Senin, 31 Mei 2010

Kadar Zakat Pertanian

Kadar atau jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya itu berbeda-beda tergantung pada cara pengairannya. Pertanian yang diari tanpa menggunakan alat -misalnya diairi dengan mudah- maka kadarnya ialah sepersepuluh (10%) dari hasil panennya. Namun apabila pengairannya menggunakan alat atau dengan air yang dibeli, maka kadarnya adalah seperdua puluh (5%).

Diterima dari Mu'adz ra bahwasanya Nabi SAW bersabda:

"Pada tanaman yang diairi oleh hujan, dari mata air dan aliran sungai, zakatnya sepersepuluh, dan yang diairi dengan alat penyiram seperduapuluh". (Diriwayatkan oleh Baihaqi dan juga Hakim yang menyatakan sahnya).

Kebanyakan para ahli berpendapat bahwa tidak ada zakat sama sekali pada tanaman dan buah-buahan sebelum banyaknya mencapai 5 wasaq, yakni setelah dibersihkan dari kulit dan dedaknya. Jika belum dibersihkan artinya belum ditumbuk, maka disyaratkan agar banyaknya mencapai 10 wasaq.

Diterima dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib zakat jika banyaknya kurang dari 5 wasaq". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang baik).

Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Tanaman yang diairi oleh hujan dan mata air atau air yang datang sendiri zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan alat penyiram sepeduapuluh". (HR Bukhari dan lain-lain).

Jika pada suatu ketika diairi dengan menggunakan alat dan kali yang lain tanpa menggunakannya, maka zakatnya 3/40 atau 7,5% jika perbandingannya sama. Ibnu Qudamah berkata, "Setahu kami dalam hal ini tidak ada pertikaian".

Jika salah satu lebih banyak dari yang lain, maka yang sedikit mengikut kepada yang banyak, demikian menurut Abu Hanifah, Ahmad, Tsauri dan salah satu pendapat Syafi'i.

Adapun mengenai biaya operasional seperti biaya untuk memootong (memanen), memikul, mengolah, menyimpan di gudang dan lainnya, hendaklah diambil dari harta pemiliknya tanpa sedikitpun diperhitungkan dari harta zakatnya.

Namun madzhab Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra memperhitungkan biaya operasional yang dipinjamnya untuk menanam dan memanen, sebagaimana diterima dari Jabir bin Zaid pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra mengenai seorang laki-laki yang meminjam uang untuk keperluan memanen dan belanja keluarganya, menurut Ibnu Umar hendaklah dibayarkan hutangnya terlebih dahulu kemudian baru dikeluarkan zakat dari sisanya. Dan menurut Ibnu Abbas ra hendaknya hutangnya dibayar terlebih dahulu yang digunakan untuk mengetam, baru dikeluarkan zakatnya dari apa yang tersisa. (Diriwayatkan oleh Yahya bin Adam dalam al-Kharaj). Dalam hal ini, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar sepakat untuk membayar hutang yang digunakan untuk keperluan mengetam, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hutang yang diperuntukkan untuk nafkah keluarga.

Ibnu Hazmin menyebutkan pula keterangan dari Atha' bahwa yang digunakan untuk nafkah, gugur kewajiban zakatnya. Jika masih tersisa satu nishab banyaknya, barulah dikeluarkan zakatnya, apabila tidak mencapai nishab maka tidak wajib dikeluarkan zakat.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I karya syaikh Sayyid Sabiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar