Minggu, 28 Februari 2010

Menyoal Ke(tidak)pedulian BAZ Jabar

Musibah seolah datang silih berganti di tanah Pasundan. Mulai dari gempa bumi disepanjang jalur selatan Jawa Barat: Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Sukabumi dan Cianjur, lalu longsor yang terjadi di berbagai tempat seperti Ciwidey dan Cianjur, hingga banjir yang hingga kini menggenangi wilayah selatan Bandung. Korban jiwa dan juga materi telah berjatuhan. Sarana-sarana vital pun tidak sedikit yang hancur dan tak berfungsi lagi, seperti sarana pendidikan. Banyaknya gedung sekolah yang hancur dan tak berfungsi, jelas mengganggu proses pendidikan yang apabila dibiarkan tak segera ditanggulangi bisa berakibat pada hilangnya sebuah generasi (the lost generation).

Berbagai lembaga amil zakat (LAZ) dengan sigap merespon bencana kemanusiaan itu. Kesigapan ini tidak hanya dalam menggalang dana dan bantuan untuk membantu korban bencana, tetapi juga dalam hal penyalurannya. LAZ yang ada di Jawa Barat, baik LAZNAS yang memang berkantor pusat di Jawa Barat (Bandung) seperti Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPUDT) dan Rumah Zakat Indonesia (RZI) maupun yang berpusat di Jakarta, secara hampir bersamaan bergerak ke lokasi-lokasi bencana untuk menyalurkan bantuan. PKPU misalnya, di wilayah bencana gempa bumi berfokus pada rekonstruksi sarana pendidikan. Dompet Dhuafa (DD) Bandung mengirim 2 tim aksi cepat tanggap ke wilayah longsor. Demikian pula dengan LAZ-LAZ lainnya, sibuk menyalurkan bantuan ke wilayah-wilayah bencana di berbagai tempat di Jawa Barat.

Ironisnya, disaat berbagai lembaga amil zakat seolah berlomba-lomba menyalurkan bantuan ke wilayah bencana, Badan Amil Zakat (BAZ) Jawa Barat, yang notabene adalah lembaga zakat berplat merah (pemerintah), hingga saat ini nyaris tidak berbuat apa-apa untuk membantu para korban di wilayahnya. Hampir bisa dikatakan, tidak ada serupiah pun yang telah disalurkan untuk membantu korban di wilayah Jawa Barat, baik korban gempa bumi, longsor ataupun banjir. Padahal, pada saat musim haji baru lalu (tahun 2009), BAZ Jabar melakukan pungutan infaq dari calon jamaah haji Jawa Barat di embarkasi haji Bekasi. Konon, tidak kurang dari Rp 700-an juta dana yang terhimpun. Ironinya lagi, dalam hampir setiap pemungutan berlangsung, dikatakan bahwa mereka memungut infaq atas amanah dari bapak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk membantu korban bencana (gempa) yang terjadi di Jawa Barat.

Gempa sudah lama berlalu, uang sudah terhimpun, para korban masih menderita, lalu apa lagi yang sedang ditunggu BAZ Jabar?

 

Landasan Syar'i Zakat Pertanian

Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian". (QS. al-Baqarah: 267)

Allah SWT berfirman:

"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya), makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya". (QS. al-Anam: 141)

Ibnu Abbas ra berkata: "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya yaitu zakat yang diwajibkan". (Tafsir Ibnu Katsir 2/221)

Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Pada tanaman yang diairi dari sungai dan mendung (hujan) zakatnya adalah sepersepuluh dan pada yang diairi dengan alat adalah seperduapuluh". (HR Muslim di dalam Shahihnya 2/675/981)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Telah sepakat ahli ilmu bahwa zakat adalah wajib atas  hinthah (gandum yang halus), syair (gandum yang kasar), kurma, dan kismis (anggur yang kering). Hal ini dikatakan oleh Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Barr". (al-Mughni 4/154)

Sumber: Zakat Pertanian oleh Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah, majalah al-Furqon edisi khusus tahun ke-9 Ramadhan/Syawal 1430 hal 18.

Minggu, 21 Februari 2010

Rumah Zakat Indonesia Latih 237 Pengusaha Mikro

JAKARTA--MI: Organisasi kemanusiaan Rumah Zakat Indonesia (RZI) melatih 237 pengusaha mikro antara lain dengan menyelenggarakan seminar kewirausahaan di Jakarta.
Siaran pers RZI, di Jakarta, Minngu (21/2) malam, menyebutkan, seminar kewirausahaan itu berlangsung di Gedung Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Jakarta di Jalan Raya Bekasi Timur, Pulogadung, Jakarta Timur.
Seminar tersebut merupakan salah satu model pembinaan dan tahap pemberdayaan yang bertujuan mengembangkan wawasan keahlian dari para pengusaha binaan RZI.
Selain mendapat pembinaan usaha, para peserta seminar juga mendapatkan modal usaha.
Dengan dukungan modal dan keahlian, RZI mengharapkan agar hal tersebut dapat memacu tumbuh kembangnya kemauan mustahiq (penerima zakat) untuk mengangkat derajatnya menuju tahap kemandirian.
Untuk meningkatkan mutu pemberdayaan, para pendamping dan relawan pemberdaya RZI terus melakukan aktivitas intervensi terhadap para mitra binaan.
Bentuk dari aktivitas intervensi tersebut antara lain berupa kunjungan harian atau setiap pekan, pelatihan motivasi dan kewirausahaan, serta mengembangkan sumber daya individu atau kelompok dan aktivitas keberdayaan lainnya.
Sedangkan program Kelompok Usaha Kecil Mandiri (KUKMI) yang digagas RZI mensasar kalangan ekonomi lemah yang sebagian besar tidak punya modal usaha atau mereka yang sudah memulai usaha tetapi terjerat oleh rentenir.
Modal bergulir ini diberikan kepada para mustahiq yang berada di "Integrated Community Development" (ICP) atau kampung binaan dari Rumah Zakat Indonesia.
Saat ini, anggota KUKMI Jakarta Timur melakukan berbagai usaha kecil seperti pedagang bakso, warung kelontong, dan pedagang sayuran. (Ant/OL-7)

Sumber: Media Indonesia.Com Senin, 22 Februari 2010 08:17 WIB

Kamis, 11 Februari 2010

Zakat dalam Keuangan Publik Islam

Kasus dikriminalisasikannya warga negara yang mencuri buah kapuk, semangka, pisang dan lain-lain karena alasan himpitan ekonomi, menggambarkan kegagalan yang sangat mendasar dari peran keuangan publik. Tanpa mengenyampingkan kebobrokan sistem hukum di tanah air, kekacauan keuangan publik memiliki peran yang tidak kalah penting membuat masyarakat kelas bawah menjadi korban dari sistem ekonomi dan hukum.

Hal yang mungkin paling keliru dalam aplikasi keuangan publik saat ini adalah disorientasi fungsi utama keuangan publik. Keuangan publik saat ini lebih difokuskan pada penyediaan dana bagi pembangunan fasilitas publik beserta turunan-turunannya. Dan kekeliruan seperti inilah yang kemudian membuat kepentingan utama publik, khususnya masyarakat kelas bawah menjadi terabaikan. Kepentingan utama apa itu? Kebutuhan pokok mereka!

Dalam keuangan publik Islam, kebijakan peruntukan keuangan publik tidak bisa keluar dari tujuan utama Islam itu sendiri. Islam menginginkan setiap manusia kembali pada fungsi atau misi kemanusiaannya di dunia, yaitu menghamba pada Tuhan (beribadah). Oleh sebab itu, Tuhan memagari dalam akidah, akhlak dan syariat, agar setiap orang tidak akan terhambat dari kewajiban penghambaannya.

Ketika seseorang menghadapi kendala ekonomi, maka akan ada zakat yang yang akan memberikan solusi sehingga ia kembali konsentrasi pada kewajiban hakikinya pada Tuhan. Disamping memang juga telah menjadi sebuah kewajiban bagi seseorang untuk berusaha semaksimal mungkin agar dapat menghidupi diri dan keluarganya. Tetapi kita tidak menutup kemungkinan ada orang yang seorang diri tidak mampu melakukan upaya apapun untuk memenuhi kebutuhan pokoknya karena alasan permanen akibat kelemahan dalam hal usia, kecacatan fisik, dan lain sebagainya.

Kondisi inilah mengapa Islam menempatkan zakat sama pentingnya dengan shalat. Islam menempatkan zakat bukan hanya sebagai sebuah ibadah wajib tetapi juga soko guru atau pilar utama ekonomi (muamalah). Dan lihatlah, jika zakat menjadi instrumen utama keuangan publik, maka misi keuangan publik yang paling utama adalah mem-back-up kepentingan masyarakat dhuafa. Inilah fungsi utama keuangan publik yang menjadi karakteristik Islam.

Misi keuangan publik tidak bisa digeser untuk pengadaan kelengkapan fasilitas publik sebelum semua kebutuhan dasar masyarakat dhuafa sudah terpenuhi secara menyeluruh. Kedisiplinan keuangan publik Islam untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dhuafa menjadi syarat yang digariskan oleh syariat, sehingga orientasi atau fokus wajib ini tidak dapat dinego mengingat ia menjadi sandaran bagi fungsi kemanusiaan, bukan hanya sekedar sandaran fungsi perekonomian.

Ketidakjelasan mekanisme pajak, baik pada sisi pengumpulan dan penggunaannya, membuat aplikasi pajak sangat bergantung pada kebijaksanaan penguasa. Dan akhirnya, kita akan banyak lihat bagaimana pajak menjadi alat kezaliman penguasa terhadap warganya. Sebaliknya dengan zakat, pajak bahkan menekan masyarakat dhuafa bukan memuliakan kepentingannya. Itu mengapa pajak menjadi sekedar instrumen darurat dalam mekanisme keuangan publik Islam.

sumber naskah: abiaqsa.blogspot.com

Sumber: http://www.sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1365:zakat-dalam-keuangan-publik-islam&catid=83:wawancara&Itemid=200