Rabu, 12 Mei 2010

Membayar Zakat untuk Pencetakan Buku-Buku dan Kaset-Kaset Dakwah

Pertanyaan:

Karena menyebarkan buku-buku dan kaset-kaset Islami sangat penting dalam rangka mengajak manusia ke jalan Allah di masa sekarang, yaitu untuk meluruskan aqidah dan menjelaskan ibadah serta mengajarkan adab-adab Islami serta dalam rangka amar ma’ruf nahyi mungkar, apakah boleh menyalurkan zakat untuk mencetak buku-buku dan kaset-kaset Islami? Perlu diketahui, bahwa Majlis al-Majma’ al-Fiqhi telah membahas masalah ini dan telah mengeluarkan keputusan sebagai berikut:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para shahabatnya. Wa ba’du.

Majlis al-Majma’ al-Fiqhi pada konferensinya yang ke-8 yang diselenggarakan di Makkah al-Mukarramah pada tanggal 27-4-1405 H sampai tanggal 8-5-1405 H, setelah mengkaji makna (fi sabilillah) yang tersebut di dalam ayat al-Qur’an yang mulia, dan mendiskusikan serta menghimpun pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa dalam masalah ini para ulama mempunyai dua pendapat:

  1. Membatasi makna (fi sabilillah) dalam ayat yang mulia itu hanya perang fi sabilillah. Ini pendapat mayoritas ulama. Yang mereka maksud adalah bahwa penerima zakat yang termasuk kategori fi sabilillah adalah para mujahid yang berperang di jalan Allah Ta’ala.
  2. Bahwa fi sabilillah itu bersifat umum dan mencakup semua jalan kebaikan demi kemaslahatan kaum muslimin, sehingga mencakup pembangunan masjid-masjid dan pemeliharaannya, pembangunan madrasah-madrasah, persiapan tempur, membuka jalan baru dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi agama dan kaum muslimin. Ini pendapat sebagian kecil ulama terdahulu, namun pendapat ini menjadi pilihan mayoritas ulama muta’akhirin.

Setelah terjadi silang pendapat dan diskusi seputar dalil-dalil dari kedua kelompok, majlis memutuskan berdasarkan suara mayoritas hal-hal berikut:

  1. Karena pendapat kedua telah disampaikan oleh sejumlah ulama kaum muslimin, dan pendapat ini pun diperkuat oleh sejumlah ayat di dalam al-Qur’an yang diantaranya: "Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)”. (QS. al-Baqarah: 262). Juga berdasarkan hadits-hadits yang mulia, diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa seorang laki-laki telah menetapkan seekor unta untuk keperluan berperang di jalan Allah, lalu isterinya hendak melaksanakan haji, maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Bukankah lebih baik bila engkau mengendarainya, karena sesungguhnya melaksanakan haji itu (juga) fi sabilillah”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud kitab al-Manasik 1989)
  2. Berdasarkan bahwa maksud jihad dengan pedang adalah meninggikan kalimah Allah Ta’ala, menyebarluaskan agamaNya dengan mempersiapkan para da’i dan mendanai mereka serta membantu mereka dalam melaksanakan peran mereka, maka kedua hal ini sama-sama termasuk jihad. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i yang dishahihkan oleh al-Hakim dari Anas ra bahwa Nabi SAW bersabda, “Jihadlah terhadap kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian”. (HR Ahmad 11837, an-Nasa’i 3096, dan Abu Daud 2504)
  3. Berdasarkan bahwa Islam itu diperangi dengan serangan pemikiran dari kaum atheis, yahudi, nasrani dan musuh-musuh lainnya, dan bahwa mereka itu didukung penuh secara moril dan materil, maka kaum muslimin harus menghadapi mereka sebagaimana menghadapi musuh yang memerangi dengan pedang, yaitu menghadapi mereka dengan cara yang sesuai.
  4. Berdasarkan bahwa peperangan di negara-negara Islam menjadi urusan kementrian khusus yang berkenaan dengan itu, dimana untuk itu dialokasikan dalam anggaran setiap negara, dan hal ini berbeda dengan jihad melalui da’wah, sehingga biasanya tidak ada anggaran tersendiri untuk menyokong dan membantu da’wah.

Berdasarkan hal itu, majlis menetapkan berdasarkan suara terbanyak secara mutlak masuknya da’wah menyeru manusia ke jalan Allah serta hal-hal yang mendukungnya dan menyokong kegiatannya dalam kategori fi sabilillah dalam ayat al-Qur’an tersebut.

Semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad kepada seluruh keluarga dan shahabatnya.

Sementara itu, syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh mengatakan, “Disini ada masalah penting, sangat tepat menyalurkan zakat padanya, yaitu menyiapkan kekuatan materi untuk menyeru manusia ke jalan Allah dan membongkar keraguan terhadap agama. Ini memang termasuk dalam kategori jihad, dan ini termasuk  fi sabilillah yang paling agung”.

Kami mohon syaikh berkenan menjelaskan masalah yang cukup penting ini.

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Saya katakan, bahwa apa yang telah disebutkan oleh para ulama terkenal itu adalah ucapan yang benar dan pendapat yang lurus. Disitu terkandung fleksibilitas bagi kaum muslimin, dukungan bagi para da’i dan penuntun, serta menjadi faktor yang kuat untuk menyebarkan agama dan memberangus kaum musyrikin.

Tidak diragukan lagi, bahwa jalan Allah adalah jalan yang bisa mengantarkan kepadaNya. Bentuk jama’nya adalah subul, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala.

“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan”. (QS. al-Maidah: 16)

Yakni menunjukkan ke jalan yang menyebabkan penempuhnya sampai kepada keselamatan. Maka setiap amal shalih untuk mendekatkan diri kepadaNya dan mengantarkan kepada keridhaanNya serta surgaNya termasuk jalan Allah (sabilullah), karena Allah cinta untuk didekati serta diharapkan pahala dan penghormatanNya. Maka Allah menyebutkan dalam ayat shadaqah, orang-orang yang berhak menerimanya karena kebutuhan khusus mereka, seperti orang fakir, orang berhutang, orang yang ada perjanjian, ibnu sabil dan sebagainya, yaitu orang-orang yang bisa memanfaatkannya untuk kemaslahatan pertahanan hidup dan kelangsungannya. Kemudian Allah menyebutkan sisi lain secara global, yaitu bahwa yang juga termasuk fi sabilillah itu adalah hijrah, sebagaimana firmanNya.

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak”. (QS. an-Nisa: 100)

Tidak diragukan lagi bahwa kemaslahatan menyeru manusia ke jalan Allah (da’wah ilallah) menjelaskan kebaikan-kebaikan Islam, membantah para penentang dan perusak, membongkar pengraguan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir dan munafiqin serta hal-hal lainnya, itu termasuk menolong agama Allah dan menyebarkan agamaNya, yang mana hal itulah yang diridhaiNya, dicintai dan diwajibkan kepada manusia.

Jika segi ini tidak berfungsi, karena tidak ada yang mendanainya, tidak ada yang menyerahkan bantuan kepada imam dan tidak ada yang memberikan sumbangan untuk para da’i demi kelangsungan mereka dalam melaksanakan tugas mereka, maka wajib dikeluarkan dari dana zakat. Hal ini demi terealisasinya kemaslahatan tersebut, karena terkadang meneyrahkan nafkah kepada mereka lebih penting daripada yang lainnya, seperti kantor-kantor, orang yang baru masuk Islam dan ibnu sabil, karena mereka bisa tabah menahan kesabaran, dan mereka tidak lebih penting daripada membantah kaum perusak dan kaum munafikin, menyebarkan ilmu Islam, mencetak mushaf dan buku-buku agama serta rekaman kaset-kaset Islami yang mengandung penjelasan tentang hakikat Islam dan tujuan-tujuannya, membedah isu-isu yang meragukan yang mengincar kaum muslimin yang lemah akalnya.

Jika kucuran dana terhadap masalah ini tidak ada atau terhenti, maka boleh disalurkan zakat untuk keperluan ini, karena zakat telah disyariatkan untuk kemaslahatan Islam dan menutup segala yang dapat merusaknya. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar