Rabu, 26 Mei 2010

UPZ dan Masa Depan Pengelolaan Zakat di Lingkungan PNS

Saat sosialisasi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dilakukan di Gedung Sate oleh Badan Amil Zakat  Jawa Barat, seorang wakil dari perusahaan daearah bertanya, apa yang harus dilakukannya dengan apa yang telah berlangsung di perusahaannya dimana zakat perusahaan maupun karyawannya telah berjalan namun diserahkan ke suatu lembaga amil zakat (LAZ), tidak melalui BAZ Jabar. Sayang, pertanyaan tersebut diabaikan begitu saja tanpa jawaban, bahkan ketika untuk kedua kalinya ia berusaha mengangkat tangan. Pertanyaan senada pun pernah disampaikan oleh lembaga dibawah pemerintah provinsi melaui telpon ke BAZ Jabar. Ia menjelaskan bahwa selama ini zakat dan infaq di kalangan karyawannya telah berjalan, dan diserahkan melalui sebuah LAZ yang mereka percayai. Dengan adanya rencana pembentukan UPZ di lembaganya, apa yang harus dilakukan atas pengumpulan zakat yang selama ini telah berlangsung. Kembali, pertanyaan ini tidak bisa dijawab dan dijelaskan oleh staf BAZ.

Ditengah upaya BAZ Jabar mengumpulkan dana dari para PNS di lingkungan pemprov Provinsi, masih belum ada kejelasan mekanisme pengumpulan zakat tersebut, baik cara pemungutan yang dilakukan dari PNS, maupun mekanisme koordinasi pengumpulan antara UPZ dengan BAZ Jabar. Terlebih bagaimana mengatur atau menjawab permasalahan pengumpulan zakat yang sudah berlangsung sebagaimana pada pertanyaan diatas. Konon pula, buku Pedoman Pembentukan UPZ yang telah disusun oleh kepengurusan BAZ Jabar sebelumnya, dinyatakan tidak lagi sesuai oleh kepengurusaan BAZ Jabar saat ini. Padahal buku tersebut adalah satu-satunya dokumen yang menjelaskan masalah UPZ, sementara pedoman teknis baru yang sesuai dengan konsep UPZ yang baru, belum ada.

Selain masalah teknis pengumpulan dan pendistribusian antara UPZ dan BAZ Jabar, yang tidak kalah pentingnya adalah pola pengelolaan zakat dan infak di kalangan PNS yang selama ini telah berlangsung, dimana secara sukarela sebagian PNS yang muslim menyerahkan sebagian pendapatannya sebagai zakat ataupun infak, lalu diserahkan kepada lembaga amil zakat, bukan BAZ Jabar. Demikian pula dengan pengumpulan zakat dan pendistribusian yang dilaksanakan dan dikelola secara langsung oleh para PNS di lingkungannya. Apakah dengan kehadiran UPZ yang di"kukuh"kan oleh BAZ Jabar pola pengelolaan zakat dan infak yang telah ada tersebut akan dihapus atau digantikan? Di dalam konsep UPZ BAZ Jabar ditegaskan bahwa tugas UPZ adalah mengumpulkan zakat dan infak dari PNS di lingkungannya untuk kemudian diserahkan ke BAZ Jabar. Untuk melaksanakan itu, UPZ berhak mengambil bagian dari dana yang dikumpulkannya sebagai hak amil (pengelola). Sedangkan dalam pendistribusian dana tersebut, UPZ diharuskan berkoordinasi dengan BAZ Jabar dan berkewajiban memberikan laporan pengelolaan dana tersebut kepada BAZ Jabar. Bagaimana dengan dana yang diserahkan kepada LAZ, belum banyak dibahas dan disinggung dalam "konsep' UPZ yang baru. Paling sebatas, bahwa ""perusahaan anu bersedia membagi sebagian dananya untuk diserahkan ke BAZ, tidak seluruhnya ke LAZ anu".

Pengelolaan zakat di lingkungan PNS dan juga di tempat lain, memang tidak bisa sekedar dengan pendekatan legal formal. Hal ini terkait pula dengan kredibilitas lembaga pengelola zakat tersebut. Apabila ada sebagian PNS baik perorangan maupun terkoordinir menyerahkan zakat dan infaknya melalui LAZ, tentu hal ini bukan proses yang serta merta (instant). Ada proses sosialisasi dari LAZ yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak, ada track record yang membangun kredibilitas lembaga tersebut, hingga tumbuh trust (kepercayaan) dari masyarakat. Adakah dengan pembentukan UPZ proses yang sudah berlangsung akan dihentikan atau terusik? Jika tujuannya untuk menggalakkan semangat berzakat dan berinfak di kalangan PNS, alangkah eloknya apabila BAZ Jabar berkoordinasi dengan LAZ-LAZ yang telah ada dan "masuk" di lingkungan PNS, untuk kemudian bersinergi dalam upaya pengumpulan maupun pengelolaannya.

Pendekatan legal formal seperti ini, memang bukan semata permasalahan yang ada di BAZ Jabar, bahkan menjadi salah satu titik krusial dalam rencana revisi UU Pengelolaan Zakat, yaitu adanya upaya pemusatan wewenang pengelolaan zakat ditangan BAZ dengan "mengeliminir" keberadaan LAZ menjadi subordinasi dari BAZ (sebagai UPZ). Dengan segala permasalahan yang menyelimuti BAZ, upaya pengumpulan zakat dengan mengandalkan pendekatan legal formal semacam ini hanya akan menimbulkan masalah baru yang berdampak buruk bagi masa depan pengelolaan zakat secara umum. Alangkah baiknya apabila BAZ Jabar sedikit berendah hati, untuk belajar dari LAZ yang telah ada, dalam bersusah payah lebih dahulu membangun kepercayaan dengan membuktikan pengelolaan zakat dilakukan secara amanah dan profesional, serta menjunjung asas transparansi dalam masalah keuangannya. Bangunlah kredibilitas terlebih dahulu, sebelum mengandalkan legalitas. Termasuk untuk memungut dan mengelola dana dari para PNS...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar