Senin, 03 Mei 2010

BAZ Jabar yang Mengenaskan

Secarik kertas dilayangkan petugas PLN ke kantor BAZ Jabar. Kertas itu adalah surat pemberitahuan dari PLN akan dilakukannya pencabutan listrik dari kantor BAZ Jabar di Jl. Tubagus Ismail no 1A. Pencabutan terpaksa dilakukan karena telah dua bulan berturut-turut BAZ Jabar belum melunasi tagihan listriknya, yakni bulan Januari dan Februari, sebesar Rp 400 ribuan.

Ini bukanlah kejadian pertama di BAZ Jabar, badan pengelola zakat yang berambisi untuk menjadi kordinator seluruh lembaga pengelola zakat di Jawa Barat. Ancaman pencabutan listrik akibat penunggakan bayaran, sudah terjadi berkali-kali di pengurusan BAZ yang baru (periode 2009-2011) ini. Dan bukan hanya listrik saja yang pembayarannya seringkali menunggak dan telat, tetapi hampir semua pembayaran rutin kantor seperti tagihan kebersihan, tagihan telepon, hingga tagihan koran. Hal ini sudah pula disampaikan berkali-kali ke unsur pimpinan yang memang mengendalikan sepenuhnya operasional BAZ, namun hingga saat ini, tidak ada perbaikan sama sekali. Masalah rutin, menjadi benar-benar masalah yang rutin.

Apakah hal ini disebabkan karena BAZ Jabar tidak memiliki dana sehingga senantiasa menunggak pembayaran biaya rutin operasional kantornya? Tentu saja tidak. BAZ Jabar, sebagai badan pengelola zakat pemerintah, sesungguhnya memiliki keistimewaan dibandingkan Lembaga Amil Zakat yang merupakan swadaya masyarakat, dimana setiap tahunnya mendapatkan dana operasional dari APBD. Pada tahun lalu (2008-2009) badan ini memperoleh dana dari APBD sebesar Rp 100-an juta, sementara untuk tahun ini (2009-2010) meningkat menjadi sekitar Rp 250-an juta (bahkan konon tadinya di"janji"kan sebesar Rp 500 juta). Tidak terhitung dana-dana lain yang dititipkan atau dihimpun oleh badan ini langsung dari masyarakat, terlebih jika dilakukan penggalangan dana (fundraising) sebagaimana lazimnya sebuah lembaga pengelola zakat.

Masalah "rutin" operasional yang amburadul ini sebenarnya bisa menggambarkan bagaimana pengelolaan operasional lembaga yang juga amburadul. Selama ini, tidak ada perencanaan sama sekali untuk operasional kantor (apalagi program-program pengelolaan zakat). Pengeluaran dana tidak berdasar pada rencana anggaran yang telah disusun (baik tahunan ataupun bulanan). Hal ini, berbeda dengan kepengurusan BAZ periode sebelumnya, dimana kebutuhan rutin kantor (overhead) telah dianggarkan jauh-jauh hari, dan disimpan dalam brangkas sebagai peti cash. Sedangkan pada kepengurusan baru, pengeluaran sama sekali tanpa perencanaan dan anggaran. Uang dipegang dan dikeluarkan langsung dari dompet "kepanjangan tangan" bendahara BAZ. Tidak heran, jika setiap bulan, masalah rutin selalu rutin menjadi masalah.

Jika kondisi BAZ saja sangat mengenaskan, bagaimana bisa ia hendak menjadi "kordinator" yang melayani BAZ-BAZ Daerah se-Jawa Barat (bahkan sesumbar hendak menjadikan LAZ-LAZ yang jauh telah mapan menjadi UPZ-nya). Jika untuk urusan rutin kantor saja penanganannya kacau-balau, bagaimana BAZ Jabar hendak menangani pengelolaan zakat se-Jawa Barat? Jauh panggang dari api.

Technorati Tags: ,,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar