Setelah "sukses" memungut infak dari para calon haji tahun lalu, kini Badan Amil Zakat Jawa Barat (BAZ Jabar) tengah berupaya memungut zakat dan infak dari para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah daerah provinsi serta perusahaan daerah tingkat provinsi. Dalam rencananya, para PNS di tingkat pejabat yang mencapai "nishab" menurut ukuran BAZ, akan dipotong langsung zakatnya, sementara para PNS yang tidak mencapai nishab akan dipungut infak profesi. Belum jelas bagaimana mekanisme pemungutan itu dilakukan, apakah langsung dipotong dari gaji atau penghasilan para pegawai dan diserahkan ke BAZ Jabar atau melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masing-masing SKPD tingkat provinsi.
Rencana pengumpulan yang instant ini masih terkendala oleh belum ditandatanganinya Surat Edaran oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Surat itu diusulkan BAZ Jabar sebagai dasar untuk melakukan pemungutan kepada PNS di lingkungan pemda provinsi. BAZ Jabar sangat berkepentingan atas surat edaran tersebut, mengingat pengumpulan dari PNS dan UPZ itu akan menjadi andalan penerimaan dan bahkan mungkinmenjadi satu-satunya sumber keuangan lembaga, selain dari APBD. Terlebih, melihat kemungkinan tidak bisa lagi melakukan pemungutan kepada para calon haji tahun ini sebagaimana yang sudah dilakukannya pada tahun lalu. Karena itu, tidak mengherankan apabila para pengurus BAZ mendesakkan keinginannya agar Gubernur bisa segera menandatangani surat "pemungutan" dari PNS di lingkungan provinsi Jawa Barat.
Dilihat dari beberapa aspek, surat edaran tersebut sebaiknya memang tidak usah ditandatangani alias dibatalkan. Hal ini berdasarkan pertimbangan:
1. Adalah suatu kedzaliman terhadap para PNS dengan memotong langsung pendapatan mereka, yang bisa jadi belum mencapai nishab bila telah dikurangi dengan kebutuhan hidupnya. Apalagi kebutuhan masing-masing orang tentu berbeda sesuai dengan tanggungan hidupnya, sehingga nominal penerimaan gaji atau penghasilan seorang PNS tidak bisa dijadikan ukuran nishab seseorang. Bisa jadi PNS yang berpenghasilan Rp 10 juta per bulannya, memiliki beban jauh diatas penghasilannya.
2. Surat edaran Gubernur sekalipun bersifat sukarela, tidak memaksa, tetap akan memberikan dampak "keterpaksaan" bagi PNS untuk merelakan gaji atau penghasilannya dipotong. Sulit bagi PNS untuk mengelak atau menolak himbauan dari atasannya. Hal ini menimbulkan kedzaliman baru, terlebih bagi para PNS yang telah terbiasa berinfak atau bersedekah di lingkungan keluarga dan tempat tinggalnya, atau menjadi donatur (muzakki) tetap dari lembaga sosial atau pengelola zakat lainnya.
3. Surat edaran itu akan memusatkan pengumpulan zakat atau infak ke BAZ Jabar, padahal bisa jadi diantara PNS atau perusahaan daerah telah terbiasa berinfak dan berzakat melalui lembaga pengelola zakat yang mereka percaya lebih amanah dan lebih profesional. Pemusatan dana ummat di BAZ Jabar selain berdampak buruk bagi pola distribusi (pendayagunaan) dana, pun menumbuhkan kesan kurang baik diantara sesama pengelola zakat (BAZ dan LAZ) serta kondisi pengelolaan zakat di Jawa Barat secara umum.
4. BAZ Jabar hingga saat ini pengelolaannya tidak jelas, baik dalam program pendistribusiannya maupun transparansi keuangannya. Setelah hampir 1,5 tahun (setengah periode) kepengurusan BAZ, lembaga ini tidak pernah membuat laporan (kegiatan apalagi keuangan) yang dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini berbeda dengan lembaga pengelola lainnya, seperti LAZ, yang selain secara rutin membuat laporan keuangan yang telah diaudit Akuntan Publik, mereka pun secara berkala mempublikasikan laporan kegiatan dan keuangannya setiap bulan, dimana masyarakat luas bisa mengaksesnya. Dengan kondisi seperti itu, sesungguhnya BAZ Jabar belum layak untuk dipercaya atau diamanahi memungut dana dari PNS.
Sekurangnya itulah 4 pertimbangan yang menurut hemat kami tidak sepatutnya surat edaran yang diusulkan BAZ Jabar tersebut ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat. Bilapun surat edaran tersebut dibuat maka isinya cukup berupa seruan untuk menggalakkan semangat berzakat bagi yang telah mampu dan berinfak bagi yang belum mencapai syarat sebagai muzakki. Adapun kemana mereka akan membayarkannya, dan berapa besarnya, diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pengelola zakat yang mereka percayai kredibilitas dan profesionalitasnya, tidak harus melalui BAZ Jabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar