Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang menyewa tanah dan menggarapnya, berkewajiban mengeluarkan zakat, jadi bukan pemilik tanahnya. Namun menurut Abu Hanifah, zakat menjadi kewajiban pemilik tanah.
Ibnu Rusyid berkata, "Sebab perselisihan pendapat para ulama ialah apakah zakat itu kewajiban tanah ataukah kewajiban tanaman, dan karena menurut pandangan mereka, zakat merupakan kewajiban salah satu diantara keduanya, maka muncullah perbedaan pendapat manakah diantara kedua itu lebih layak menjadi sumber zakat, yakni bila tanaman dan tanah yang dimiliki oleh perorangan, berada dalam satu tangan. Jumhur berpendapat, ialah apa yang wajib padanya zakat ialah benih, sementara menurut Abu Hanifah, apa yang menjadi sumber hukum wajibnya adalah tanah".
Ibnu Qudamah memandang pendapat jumhur lebih kuat, katanya, "Zakat itu wajib pada tanaman, maka terpikullah atas si pemilik tanaman itu, seperti menzakatkan uang sebagai harga dari barang dagangan dan mengeluarkan zakat tanaman hasil tanah kepunyaan sendiri".
"Perkataan mereka (madzhab Abu Hanifah) bahwa zakat menjadi tanggungan tanah adalah tidak benar, karena jika demikian tentulah zakat wajib dikeluarkan walau tanah itu tidak digarap seperti halnya (tanah) kharaj, juga tentulah akan diwajibkan atas orang-orang dzimmi (penduduk kafir dibawah kekuasaan Islam), seperti halnya kharaj dan tentunya pula zakat itu dihitung menurut luasnya tanah, bukan menurut bnyaknya hasil panen, tentu juga didistribusikannya kepada golongan-golongan yang berhak menerima pembagian rampasan, bukan yang berhak menerima zakat".
Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayid Sabiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar