Senin, 31 Mei 2010

Kadar Zakat Pertanian

Kadar atau jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya itu berbeda-beda tergantung pada cara pengairannya. Pertanian yang diari tanpa menggunakan alat -misalnya diairi dengan mudah- maka kadarnya ialah sepersepuluh (10%) dari hasil panennya. Namun apabila pengairannya menggunakan alat atau dengan air yang dibeli, maka kadarnya adalah seperdua puluh (5%).

Diterima dari Mu'adz ra bahwasanya Nabi SAW bersabda:

"Pada tanaman yang diairi oleh hujan, dari mata air dan aliran sungai, zakatnya sepersepuluh, dan yang diairi dengan alat penyiram seperduapuluh". (Diriwayatkan oleh Baihaqi dan juga Hakim yang menyatakan sahnya).

Kebanyakan para ahli berpendapat bahwa tidak ada zakat sama sekali pada tanaman dan buah-buahan sebelum banyaknya mencapai 5 wasaq, yakni setelah dibersihkan dari kulit dan dedaknya. Jika belum dibersihkan artinya belum ditumbuk, maka disyaratkan agar banyaknya mencapai 10 wasaq.

Diterima dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib zakat jika banyaknya kurang dari 5 wasaq". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang baik).

Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Tanaman yang diairi oleh hujan dan mata air atau air yang datang sendiri zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan alat penyiram sepeduapuluh". (HR Bukhari dan lain-lain).

Jika pada suatu ketika diairi dengan menggunakan alat dan kali yang lain tanpa menggunakannya, maka zakatnya 3/40 atau 7,5% jika perbandingannya sama. Ibnu Qudamah berkata, "Setahu kami dalam hal ini tidak ada pertikaian".

Jika salah satu lebih banyak dari yang lain, maka yang sedikit mengikut kepada yang banyak, demikian menurut Abu Hanifah, Ahmad, Tsauri dan salah satu pendapat Syafi'i.

Adapun mengenai biaya operasional seperti biaya untuk memootong (memanen), memikul, mengolah, menyimpan di gudang dan lainnya, hendaklah diambil dari harta pemiliknya tanpa sedikitpun diperhitungkan dari harta zakatnya.

Namun madzhab Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra memperhitungkan biaya operasional yang dipinjamnya untuk menanam dan memanen, sebagaimana diterima dari Jabir bin Zaid pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra mengenai seorang laki-laki yang meminjam uang untuk keperluan memanen dan belanja keluarganya, menurut Ibnu Umar hendaklah dibayarkan hutangnya terlebih dahulu kemudian baru dikeluarkan zakat dari sisanya. Dan menurut Ibnu Abbas ra hendaknya hutangnya dibayar terlebih dahulu yang digunakan untuk mengetam, baru dikeluarkan zakatnya dari apa yang tersisa. (Diriwayatkan oleh Yahya bin Adam dalam al-Kharaj). Dalam hal ini, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar sepakat untuk membayar hutang yang digunakan untuk keperluan mengetam, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hutang yang diperuntukkan untuk nafkah keluarga.

Ibnu Hazmin menyebutkan pula keterangan dari Atha' bahwa yang digunakan untuk nafkah, gugur kewajiban zakatnya. Jika masih tersisa satu nishab banyaknya, barulah dikeluarkan zakatnya, apabila tidak mencapai nishab maka tidak wajib dikeluarkan zakat.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I karya syaikh Sayyid Sabiq.

Minggu, 30 Mei 2010

Nishab Zakat Tanaman dan Buah-Buahan

Kebanyakan para ahli berpendapat bahwa tidak ada zakat sama sekali pada tanaman dan buah-buahan sebelum banyaknya mencapai 5 wasaq, yakni setelah dibersihkan dari kulit dan dedaknya. Jika belum dibersihkan artinya belum ditumbuk, maka disyaratkan agar banyaknya mencapai 10 wasaq.

Diterima dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib zakat jika banyaknya kurang dari 5 wasaq". (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang baik).

Dan dari Abu Sa'id al-Khudri ra bahwasanya Nabi SAW bersabda: "Tidak wajib zakat pada kurma dan biji-bijian, jika kurang dari 5 wasaq".

Satu wasaq ialah 60 sha' (sukat) menurut ijma'. Hal ini ada dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Sa'id, tetapi merupakan hadits munqati' (terputus). Abu Hanifah dan Mujahid berpendapat bahwa wajib zakat bagi jumlah yang banyak maupun sedikit, alasannya adalah keumuman sabda Nabi SAW "Pada setiap yang disiram oleh hujan zakatnya sepersepuluh". Juga karena dalam zakat tanaman ini tidaklah diperhitungkan haul (masa satu tahun), maka demikianlah pula halnya dengan nishab.

Ibnul Qaiyim berkata membahas pendapat diatas, "Sungguh mengenai keterangan yang masih belum jelas maksudnya "pada setiap apa yang disiram oleh hujan zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan alat penyiram seperduapuluh", telah datang sunnah yang sah dan tegas mengenai ketentuan nishab zakat tanaman yaitu sebesar 5 wasaq.

Adapun pendapat mereka yang menyatakan bahwa hadiots diatas itu umum, mencakup jumlah yang sedikit maupun banyak, dan ini bertentangan dengan yang khusus. Oleh sebab itu jika terjadi pertentangan hendaklah diutamakan menempuh jalan yang lebih aman yaitu meratakan hukum wajibnya.

Atas pendapat tersebut, kami jawab: Kita wajib melaksanakan makna kedua hadits tersebut diatas dan tidak boleh mempertentangkan yang satu dengan yang lain, dan membatalkan sama sekali salah satu diantara keduanya. Mentaati Rasul dalam hadits yang satu, wajib hukumnya seperti hadits yang lain. Dan alhmadulillah, memang tidak ada pertentangan diantara kedua hadits tersebut dalam segi apapun, karena sabda Nabi SAW, "Pada setiap yang disiram air hujan sepersepuluh", tujuannya ialah untuk memisah mana tanaman yang zakatnya sepersepuluh dan mana yang seperduapuluh, maka disebutkan oleh Nabi kedua golongan dengan membedakan jumlah yang wajib dikeluarkan. Adapun banyak nishab dalam hadits ini, Nabi SAW berdiam diri dan menerangkan dengan tegas pada hadits yang lain.

Jadi bagaimana kita boleh mengabaikan keterangan yang sah lagi tegas dan sama sekali tidak mengandung arti yang lain, dan berpaling pada keterangan yang umum (mujmal) dan masih diragukan sedangkan maksudnya hanya untuk dibatasi dengan maknanya yang umum, sama sekali tidak dimaksudkan untuk membatasi dengan makna yang khusus dan tegas serta nyata tadi, seperti halnya kata-kata umum lainnya bila ditafsirkan oleh kata-kata khusus".

Ibnu Qudamah berkata, "sabda Nabi bahwa tidak wajib zakat pada jumlah tanaman yang kurang dari 5 wasaq yang disepakati oleh ahli hadits merupakan kata-kata khusus yang mesti diutamakan dan ia mentakhsiskan (membatasi) kata-kata yang umum yang diriwayatkan dari Nabi, seperti halnya dengan kita mentakhsiskan sabda Nabi "Setiap unta yang digembalakan wajib padanya zakat" dengan sabdanya "tidak wajib zakat unta jika kurang dari 5 ekor".

Begitupun sabdanya, "pada tepung dikeluarkan seperempat puluh" dengan sabdanya, "tidak wajib zakat jika kurang dari 5 uqiyah".  Dan karena dia merupakan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya tetapi tidak wajib jika hanya sedikit sebagaimana juga harta-harta lain yang dizakatkan.

Mengenai tahunnya, memang tidak diperhitungkan, karena pertumbuhannya telah sempurna diwaktu memotong dan bukan dengan membiarkannya lebih lama.

Sebaliknya diperhitungkan tahun itu pada yang lain karena ada kemungkinan sempurnanya perkembangan suatu  harta. Adapun nishab ia diperhitungkan agar tercapai batas minimal, dimana seseorang memiliki keleluasan dalam bersedekah (zakat). Oleh karena itulah diperlukan adanya nishab. Tegasnya, zakat itu hanya wajib atas orang-orang yang mampu dan kemampuan itu tidak akan ada (diketahui) tanpa adanya batas nishab, seperti juga halnya pada harta-harta yang lain yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Satu sha'  itu sama dengan 1 ,3 qadah, sehingga nishabnya ialah setara dengan 50 bakul besar. Jika hasil tanaman yang akan dikeluarkan zakatnya itu bukan termasuk barang yang ditakar, maka kata Ibnu Qudamah, "Mengenai nishab kunyit dan kapas dan barang-barang yang ditimbang lainnya, ialah 1600 kati Irak, atau yang timbangannya sama berat dengan itu. (5 wasaw sama dengan 1600 kati atau setara dengan 930 liter, dimana 1 kati Irak lebih kurang setara dengan 130 dirham atau 0,406 kilogram).

Abu Yusuf berkata, "Jika yang akan dizakatkan bukan barang takaran, tidaklah wajib zakat kecuali jika harganya sama dengan satu nishab dari barang-barang takaran yang termurah, seperti zakat kapas, maka tidak wajib jika harganya kurang dari 5 wusuq barang takaran yang terendah misalnya padi dan lain-lain. Karena tidak dapat diukur dengan dirinya, maka dinilai dengan yang lainnya, seperti misalnya barang-barang dagangan harganya ditaksir dengan salah satu mata uang yang lebih rendah nishabnya".

Muhammad berkata, "Hendaklah mencapai 5 kali lipat dari harga taksiran jenisnya yang tertinggi, maka tidak wajib zakat pada kapas jika banyaknya baru 5 bal, karena menetapkan ukuran dengan wasaq pada barang-barang yang ditakar, adalah mengingat bahwa ukuran itulah yang paling tinggi diantara jenis-jenisnya yang lain".

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I karya syaikh Sayyid Sabiq.

Sabtu, 29 Mei 2010

Sebab Munculnya Perbedaan Pendapat dalam Masalah Zakat Tanaman

Ibnu Rusyid berkata, "Sebab-sebab munculnya perselisihan (pendapat) diantara ulama yang membatasi wajibnya zakat pada jenis-jenis yang telah disepakati bersama dan pihak yang meluaskannya pada segala yang dapat disimpan dan menjadi makanan, ialah bersumber dari dikaitkannya zakat kepada jenis yang empat adalah apakah karena dzatnya ataukah karena illat (alasan)nya sebagai bahan pahan.

Golongan yang mengatakan karena dzatnya, membatasi wajib zakat hanya kepada jenis yang empat saja, sedangkan pihak yang berpendapat disebabkan fungsinya sebagai bahan pangan, meluaskan hukum wajibnya kepada semua bahan pangan.

Mengenai sebab-sebab perselisihan diantara golongan yang membatasi wajibnya zakat pada bahan pangan dengan golongan yang meluaskannya kepada semua yang dihasilkan bumi -kecuali atas apa yang telah disepakati bersama seperti kayu bakar, rumput dan sebangsa pimping- adalah disebabkan perbedaan qiyas dengan keumuman lafadz.

Adapun lafadz yang menyatakan umum itu ialah sabda Nabi SAW yang artinya: 'Pada apa yang disiram oleh air hujan, wajib zakat sepersepuluhnya dan pada tanaman yang diairi dengan alat penyiram seperdua puluh".

Kata "Apa pun" adalah kata yang umum. Demikian pula firman Allah Ta'ala yang artinya, "Dan Dialah yang telah menumbuhkan kebun-kebun yang berdaun rimbun", sampai kepada ayat "Dan hendaklah kamu keluarkan zakatnya waktu memanen".

Adapun qiyas adalah karena tujuan zakat untuk menutup kebutuhan perut dan hal ini tidak mungkin -umumnya- kecuali dengan bahan pangan. Maka orang yang membatasi kata-kata yang umum tadi dengan qiyas ini menggugurkan zakat pada tanaman yang tidak termasuk bahan pangan.

Sebaliknya golongan yang mempertahankan makna kata-kata umum, mewajibkan pada tanaman-tanaman lain, kecuali yang telah disepakati bersama (ijma').

Kemudian golongan yang sepakat tentang bahan pangan, masih berbeda pendapat mengenai beberapa tanaman, hal ini dikarenakan perselisihan meraka apakah itu merupakan bahan pangan atau tidak dan apakah diqiyaskan kepada tanaman yang telah disepakati atau tidak diqiyaskan. Misalnya perselisihan Syafi'i dengan Malik tentang zaitun. Malik mengatakan wajib dizakati, sedangkan Syafi'i dalam pendapatnya yang mutakhir di Mesir menentangnya. Hal ini disebabkan tidak lain karena perselisihan pendapat mereka apakah zaitun itu merupakan tanaman untuk bahan pangan atau bukan.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

Jumat, 28 Mei 2010

Perihal Zakat Buah Zaitun

Nawawi berkata, "Mengenai zaitun, yang sah menurut kita, tidaklah wajib padanya zakat". Ini juga pendapat Hasan bin Shalih, Ibnu Abi Laila dan Abu Ubeid.

Tetapi Zauhri, Auza'i, Laits, Malik, Tsauri, Abu Hanifah dan Abu Tsaur mengatakan wajib zakat padanya. Berkata Zuhri, Laits dan Auzai, "Hendaklah ditaksir lalu dikeluarkan zakatnya berupa minyak. Dan menurut Malik, bukan ditaksir tetapi dikeluarkan sepersepuluhnya setelah dikempa dan banyaknya mencapai lima wusuq".

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

Kamis, 27 Mei 2010

Pendapat Fuqaha Seputar Zakat Tanaman dan Buah-Buahan

Tidak seorang pun dari ulama yang menyangkal wajibnya zakat pada tanaman dan buah-buahan hingga perbedaan pendapat mereka ialah pada jenis-jenis yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya. Mengenai hal ini ada beberapa pendapat ulama ahli fiqih (fuqaha), yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Hasan Bashri, Tsauri dan Sya'bi berpendapat bahwa tidak wajib zakat kecuali pada jenis-jenis yang mempunyai keterangan yang tegas, yaitu gandum, padi, kurma dan anggur. Sedangkan yang lainnya tidak wajib, karena tidak ada keterangannya. Syaukani berpendapat bahwa pendapat madzhab ini yang benar.
  2. Pendapat Abu Hanifah. Wajib zakat pada setiap yang ditumbuhkan bumi, tidak da bedanya sayur-sayuran dan lain-lain. Hanya disyariatkannya hendaklah dengan menananya dimaksudkan bertumbuh dan mengambil hasil bumi. Dikecualikannya kayu bakar, pimping, rumput dan pohon yang tidak berbuah. Alasannya ialah keumuman sabda Nabi SAW, "Pada setiap yang disiram oleh air hujan -zakatnya- sepersepuluh". Ini merupakan kata-kata umum dan mencapai seluruh bagiannya. Juga dengan menanamnya dimaksudkan bertumbuhnya bumi, maka samalah dengan biji.
  3. Madzhab Abu Yusuf bin Muhammad. Zakat wajib pada setiap apa yang keluar dari tanah dengan syarat dapat bertahan dalam satu tahun tanpa banyak pengawetan, baik ia ditakar seperti biji-bijian, maupun ditimbang seperti kapas dan gula. Jika tidak dapat bertahan dalam setahun seperti mentimun, petula, semangka, krambaja, dan buah-buahan serta sayur-sayuran lainnya maka tidak wajib zakat.
  4. Madzhab Malik mengenai zakat hasil bumi itu disyaratkan yang bisa tahan dan kering serta ditaman orang, baik yang diambil sebagai makanan pokok seperti gandum dan padi, maupun yang tidak seperti kunyit dan bijen. Dan menurut pendapatnya tidak wajib zakat pada sayur-sayuran dan buah-buahan seperti buah tinm delima dan jambu.
  5. Syafi'i berpendapat wajib zakat pada apa yang dihasilkan bumi dengan syarat merupakan makanan pokok dan dapat disimpan, serta ditanam oleh manusia seperti gandum dan padi. Nawawi berkata, "Madzhab kami, tidak wajib zakat pada pohon-pohonan kecuali pada kurma dan anggur. Begitupun tidak pada biji-bijian kecuali yang menjadi makanan pokok dan tahan disimpan. Juga tidak wajib zakat pada sayur-sayuran".
  6. Dan Ahmad berpendapat, wajib zakat pada setiap yang dikeluarkan Allah dari bumi, baik berupa biji-bijian dan buah-buahan, yakni yang dapat kering dan tahan lama, ditakar dan ditanam manusia di tanah mereka, baik ia berupa makanan pokok seperti gandum, atau biji-bijian seperti kacang, atau sejenis ketimun dan petula atau bangsa umbi seperti kunyit dan bijen. Menurut pendapatnya juga wajib zakat pada buah-buahan kering yang memiliki semua ciri-ciri diatas, seperti kurma, anggur, buah tin, buah kenari dan lain-lain. Dan menurutnya pula tidak wajib pada semua macam buah-buahan seperti semangka, krambaja, pepaya, jambu, buah tin yang tidak dikeringkan, begitu pula tidak wajib zakat pada sayur-sayuran seperti mentimun, petula, daun pepaya dan ketela dan lain-lain.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

Rabu, 26 Mei 2010

Adakah Zakat pada Berlian?

Pertanyaan:

Apakah ada zakat pada berlian yang digunakan sebagai perhiasan dan sekedar untuk dikenakan?

Fatwa syaikh Bin Baz:

Beliau yang digunakan untuk perhiasan tidak ada zakatnya, tapi jika diproyeksikan untuk perdagangan maka ada zakatnya, demikian juga permata. Adapun emas dan perak, maka keduanya ada zakatnya jika mencapai nishab walaupun untuk dikenakan. Demikian menurut pendapat yang benar diantara dua pendapat ulama.

Jenis Tanaman yang Tidak Dipungut Zakat

Zakat tidaklah dipungut dari sayur-sayuran dan dari buah-buahan kecuali anggur dan kurma. Diterima dari Atha' bin Sa'ib, bahwa Abdullah bin Mughirah bermaksud hendak memungut zakat dari hasil tanah Musa bin Thalhah berupa sayur-sayuran, maka kata Musa bin Thalhah, "Tak dapat anda memungutnya, karena Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa tidak wajib zakat pada sayur-sayuran". (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim dan hadits ini mursal dan kuat).

Berkata Musa bin Thalhah, "Ada keterangan dari Rasulullah SAW mengenai lima macam: padi, gandum, sult, anggur kering dan kurma, tapi hasil bumi lainnya tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Dan katanya lagi, "Mu'adz tidaklah memungut zakat dari sayuran".

Berkata Baihaqi, "Semua hadits ini mursal, tetapi diriwayatkan dari berbagai jalan, hingga saling menguatkan. Disamping itu ada keterangan dari para shahabat, diantaranya Umar, Ali dan Aisyah.

Dan diriwayatkan oleh Atsram bahwa seorang pejabat pada masa Umar mengirim surat kepadanya tentang kurma, dimana dinyatakannya bahwa buah persik dan delima lebih banyak dan lebih berlipat ganda hasilnya daripada kurma. Umar membalas surat iu bahwa tidak dipungut zakat darinya, karena itu termasuk tanaman berduri.

Tirmidzi berkata, "Pada pelaksanaannya mengenai zakat tanaman ini bagi para ahli (sebagian besar ulama), ialah tidak ada zakat pada sayur-sayuran".

Qurthubi berkata, "Zakat itu hanyalah pada makanan-makanan yang mengenyangkan, bukan pada sayur-sayuran. Di Thaif banyak terdapat delima, persik dan lain-lain, tetapi tidak ada keterngan bahwa Nabi SAW maupun salah seorang khalifahnya memungut zakat dari buah-buahan tersebut".

Ibnul Qayyim berkata, "Tidak ada tuntunan dari Nabi SAW untuk memungut zakat dari kuda, budak, bagal, keledai, tidak pula dari sayur-sayuran, semangka, buah-buahan yang tidak ditakar dan disimpan kecuali anggur dan kurma, maka Nabi memungutnya sekaligus tanpa memisahkan yang basah dari yang kering".

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

UPZ dan Masa Depan Pengelolaan Zakat di Lingkungan PNS

Saat sosialisasi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dilakukan di Gedung Sate oleh Badan Amil Zakat  Jawa Barat, seorang wakil dari perusahaan daearah bertanya, apa yang harus dilakukannya dengan apa yang telah berlangsung di perusahaannya dimana zakat perusahaan maupun karyawannya telah berjalan namun diserahkan ke suatu lembaga amil zakat (LAZ), tidak melalui BAZ Jabar. Sayang, pertanyaan tersebut diabaikan begitu saja tanpa jawaban, bahkan ketika untuk kedua kalinya ia berusaha mengangkat tangan. Pertanyaan senada pun pernah disampaikan oleh lembaga dibawah pemerintah provinsi melaui telpon ke BAZ Jabar. Ia menjelaskan bahwa selama ini zakat dan infaq di kalangan karyawannya telah berjalan, dan diserahkan melalui sebuah LAZ yang mereka percayai. Dengan adanya rencana pembentukan UPZ di lembaganya, apa yang harus dilakukan atas pengumpulan zakat yang selama ini telah berlangsung. Kembali, pertanyaan ini tidak bisa dijawab dan dijelaskan oleh staf BAZ.

Ditengah upaya BAZ Jabar mengumpulkan dana dari para PNS di lingkungan pemprov Provinsi, masih belum ada kejelasan mekanisme pengumpulan zakat tersebut, baik cara pemungutan yang dilakukan dari PNS, maupun mekanisme koordinasi pengumpulan antara UPZ dengan BAZ Jabar. Terlebih bagaimana mengatur atau menjawab permasalahan pengumpulan zakat yang sudah berlangsung sebagaimana pada pertanyaan diatas. Konon pula, buku Pedoman Pembentukan UPZ yang telah disusun oleh kepengurusan BAZ Jabar sebelumnya, dinyatakan tidak lagi sesuai oleh kepengurusaan BAZ Jabar saat ini. Padahal buku tersebut adalah satu-satunya dokumen yang menjelaskan masalah UPZ, sementara pedoman teknis baru yang sesuai dengan konsep UPZ yang baru, belum ada.

Selain masalah teknis pengumpulan dan pendistribusian antara UPZ dan BAZ Jabar, yang tidak kalah pentingnya adalah pola pengelolaan zakat dan infak di kalangan PNS yang selama ini telah berlangsung, dimana secara sukarela sebagian PNS yang muslim menyerahkan sebagian pendapatannya sebagai zakat ataupun infak, lalu diserahkan kepada lembaga amil zakat, bukan BAZ Jabar. Demikian pula dengan pengumpulan zakat dan pendistribusian yang dilaksanakan dan dikelola secara langsung oleh para PNS di lingkungannya. Apakah dengan kehadiran UPZ yang di"kukuh"kan oleh BAZ Jabar pola pengelolaan zakat dan infak yang telah ada tersebut akan dihapus atau digantikan? Di dalam konsep UPZ BAZ Jabar ditegaskan bahwa tugas UPZ adalah mengumpulkan zakat dan infak dari PNS di lingkungannya untuk kemudian diserahkan ke BAZ Jabar. Untuk melaksanakan itu, UPZ berhak mengambil bagian dari dana yang dikumpulkannya sebagai hak amil (pengelola). Sedangkan dalam pendistribusian dana tersebut, UPZ diharuskan berkoordinasi dengan BAZ Jabar dan berkewajiban memberikan laporan pengelolaan dana tersebut kepada BAZ Jabar. Bagaimana dengan dana yang diserahkan kepada LAZ, belum banyak dibahas dan disinggung dalam "konsep' UPZ yang baru. Paling sebatas, bahwa ""perusahaan anu bersedia membagi sebagian dananya untuk diserahkan ke BAZ, tidak seluruhnya ke LAZ anu".

Pengelolaan zakat di lingkungan PNS dan juga di tempat lain, memang tidak bisa sekedar dengan pendekatan legal formal. Hal ini terkait pula dengan kredibilitas lembaga pengelola zakat tersebut. Apabila ada sebagian PNS baik perorangan maupun terkoordinir menyerahkan zakat dan infaknya melalui LAZ, tentu hal ini bukan proses yang serta merta (instant). Ada proses sosialisasi dari LAZ yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak, ada track record yang membangun kredibilitas lembaga tersebut, hingga tumbuh trust (kepercayaan) dari masyarakat. Adakah dengan pembentukan UPZ proses yang sudah berlangsung akan dihentikan atau terusik? Jika tujuannya untuk menggalakkan semangat berzakat dan berinfak di kalangan PNS, alangkah eloknya apabila BAZ Jabar berkoordinasi dengan LAZ-LAZ yang telah ada dan "masuk" di lingkungan PNS, untuk kemudian bersinergi dalam upaya pengumpulan maupun pengelolaannya.

Pendekatan legal formal seperti ini, memang bukan semata permasalahan yang ada di BAZ Jabar, bahkan menjadi salah satu titik krusial dalam rencana revisi UU Pengelolaan Zakat, yaitu adanya upaya pemusatan wewenang pengelolaan zakat ditangan BAZ dengan "mengeliminir" keberadaan LAZ menjadi subordinasi dari BAZ (sebagai UPZ). Dengan segala permasalahan yang menyelimuti BAZ, upaya pengumpulan zakat dengan mengandalkan pendekatan legal formal semacam ini hanya akan menimbulkan masalah baru yang berdampak buruk bagi masa depan pengelolaan zakat secara umum. Alangkah baiknya apabila BAZ Jabar sedikit berendah hati, untuk belajar dari LAZ yang telah ada, dalam bersusah payah lebih dahulu membangun kepercayaan dengan membuktikan pengelolaan zakat dilakukan secara amanah dan profesional, serta menjunjung asas transparansi dalam masalah keuangannya. Bangunlah kredibilitas terlebih dahulu, sebelum mengandalkan legalitas. Termasuk untuk memungut dan mengelola dana dari para PNS...

Selasa, 25 Mei 2010

Cara Membayar Zakat Harta

Pertanyaan:

Seorang pegawai menabung gaji bulanannya dalam jumlah yang berubah-ubah setiap bulannya. Kadang uang yang ia tabung sedikit dan kadang banyak. Sebagian dari uang tabungannya itu ada yang telah genap satu haul dan ada yang belum. Sementara ia tidak dapat menemukan uang yang telah genap satu tahun. Bagaimanakah caranya membayarkan zakat tabungannya itu?

Fatwa Lajnah Daimah:

Barangsiapa memiliki uang yang telah mencapai nishabnya, kemudian dalam waktu lain kembali memperoleh uang yang tidak terkait sama sekali dengan uang yang pertama tadi, seperti uang tabungan dari gaji bulanan, harta warisan, hadiah, uang hasil penyewaan rumah dan lainnya, apabila ia sungguh-sungguh ingin menghitung dengan teliti haknya dan tidak menyerahkan zakat kepada yang berhak kecuali sejumlah harta yang benar-benar wajib dikeluarkan zakatnya, maka hendaklah ia membuat pembukuan hasil usahanya. Ia hitung jumlah uang yang dimiliki untuk menetapkan haul dimulai sejak pertama kali ia memiliki uang itu, lalu ia keluarkan zakat dari harta yang telah ditetapkannya itu bila telah genap satu haul.

Jika ia ingin cara yang lebih mudah, lebih memilih cara yang lebih sosial dan lebih mengutamakan fakir miskin dan golongan yang berhak menerima zakat lainnya, maka ia boleh mengeluarkan zakat dari seluruh uang yang telah mencapai nishab dari yang dimilikinya setiap kali telah genap satu haul. Dengan begitu pahala yang diterimanya lebih besar, lebih mengangkat derajatnya dan lebih mudah dilakukan serta lebih menjaga hak-hak fakir miskin dan seluruh golongan yang berhak menerima zakat. Hendaklah jumlah yang berlebih dari zakat yang wajib dibayarnya diniatkan untuk berbuat baik, sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Allah atas nikmat-nikmatNya dan anugerahNya yang berlimpah. Dan mengharap agar Allah menambah karuniaNya itu bagi diriNya, sebagaimana firman Allah: "Jika kamu bersyukur maka Aku akan tambah nikmatKu bagi kamu". (QS. Ibrahim: 7)

Semoga Allah senantiasa memberi taufik bagi kita semua.

Jenis Tanaman yang Dipungut Zakatnya pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW zakat dipungut dari gandum, padi, kurma dan anggur kering. Dari Abu Burdah yang diterimanya dari Abu Musa dan Muadz ra, bahwa Rasulullah SAW mengutus mereka ke Yaman untuk mengajarkan kepada manusia masalah agama, maka mereka diperintahkan untuk tidak memungut zakat kecuali dari empat kenis ini, yaitu gandum, padi, kurma dan anggur kering. (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani dan Baihaqi yang mengatakan: para perawinya dapat dipercaya dan hadits ini muttashil (hubungan antara perawinya tidak terputus).

Berkata Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Bar, "Para ulama sama sepakat bahwa zakat itu wajib pada gandum, padi, kurma dan anggur kering".

Dan pada riwayat Ibnu Majah terdapat keterangan bahwa Rasulullah SAW hanya mengatur pemungutan zakat itu pada gandum, padi, kurma dan anggur kering dan biji-bijian". Dalam isnad riwayat ini terdapat Muhammad bin Ubaidillah al-Arzami dan orang ini tak dapat diterima.

Rencana BAZ Jabar memungut Uang dari PNS

Setelah "sukses" memungut infak dari para calon haji tahun lalu, kini Badan Amil Zakat Jawa Barat (BAZ Jabar) tengah berupaya memungut zakat dan infak dari para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah daerah provinsi serta perusahaan daerah tingkat provinsi. Dalam rencananya, para PNS di tingkat pejabat yang mencapai "nishab" menurut ukuran BAZ, akan dipotong langsung zakatnya, sementara para PNS yang tidak mencapai nishab akan dipungut infak profesi. Belum jelas bagaimana mekanisme pemungutan itu dilakukan, apakah langsung dipotong dari gaji atau penghasilan para pegawai dan diserahkan ke BAZ Jabar atau melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masing-masing SKPD tingkat provinsi.

Rencana pengumpulan yang instant ini masih terkendala oleh belum ditandatanganinya Surat Edaran oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Surat itu diusulkan BAZ Jabar sebagai dasar untuk melakukan pemungutan kepada PNS di lingkungan pemda provinsi. BAZ Jabar sangat berkepentingan atas surat edaran tersebut, mengingat pengumpulan dari PNS dan UPZ itu akan menjadi andalan penerimaan dan bahkan mungkinmenjadi satu-satunya sumber keuangan lembaga, selain dari APBD. Terlebih, melihat kemungkinan tidak bisa lagi melakukan pemungutan kepada para calon haji tahun ini sebagaimana yang sudah dilakukannya pada tahun lalu. Karena itu, tidak mengherankan apabila para pengurus BAZ mendesakkan keinginannya agar Gubernur bisa segera menandatangani surat "pemungutan" dari PNS di lingkungan provinsi Jawa Barat.

Dilihat dari beberapa aspek, surat edaran tersebut sebaiknya memang tidak usah ditandatangani alias dibatalkan. Hal ini berdasarkan pertimbangan:

1. Adalah suatu kedzaliman terhadap para PNS dengan memotong langsung pendapatan mereka, yang bisa jadi belum mencapai nishab bila telah dikurangi dengan kebutuhan hidupnya. Apalagi kebutuhan masing-masing orang tentu berbeda sesuai dengan tanggungan hidupnya, sehingga nominal penerimaan gaji atau penghasilan seorang PNS tidak bisa dijadikan ukuran nishab seseorang. Bisa jadi PNS yang berpenghasilan Rp 10 juta per bulannya, memiliki beban jauh diatas penghasilannya.

2. Surat edaran Gubernur sekalipun bersifat sukarela, tidak memaksa, tetap akan memberikan dampak "keterpaksaan" bagi PNS untuk merelakan gaji atau penghasilannya dipotong. Sulit bagi PNS untuk mengelak atau menolak himbauan dari atasannya. Hal ini menimbulkan kedzaliman baru, terlebih bagi para PNS yang telah terbiasa berinfak atau bersedekah di lingkungan keluarga dan tempat tinggalnya, atau menjadi donatur (muzakki) tetap dari lembaga sosial atau pengelola zakat lainnya.

3. Surat edaran itu akan memusatkan pengumpulan zakat atau infak ke BAZ Jabar, padahal bisa jadi diantara PNS atau perusahaan daerah telah terbiasa berinfak dan berzakat melalui lembaga pengelola zakat yang mereka percaya lebih amanah dan lebih profesional. Pemusatan dana ummat di BAZ Jabar selain berdampak buruk bagi pola distribusi (pendayagunaan) dana, pun menumbuhkan kesan kurang baik diantara sesama pengelola zakat (BAZ dan LAZ) serta kondisi pengelolaan zakat di Jawa Barat secara umum.

4. BAZ Jabar hingga saat ini pengelolaannya tidak jelas, baik dalam program pendistribusiannya maupun transparansi keuangannya. Setelah hampir 1,5 tahun (setengah periode) kepengurusan BAZ, lembaga ini tidak pernah membuat laporan (kegiatan apalagi keuangan) yang dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini berbeda dengan lembaga pengelola lainnya, seperti LAZ, yang selain secara rutin membuat laporan keuangan yang telah diaudit Akuntan Publik, mereka pun secara berkala mempublikasikan laporan kegiatan dan keuangannya setiap bulan, dimana masyarakat luas bisa mengaksesnya. Dengan kondisi seperti itu, sesungguhnya BAZ Jabar belum layak untuk dipercaya atau diamanahi memungut dana dari PNS.

Sekurangnya itulah 4 pertimbangan yang menurut hemat kami tidak sepatutnya surat edaran yang diusulkan BAZ Jabar tersebut ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat. Bilapun surat edaran tersebut dibuat maka isinya cukup berupa seruan untuk menggalakkan semangat berzakat bagi yang telah mampu dan berinfak bagi yang belum mencapai syarat sebagai muzakki. Adapun kemana mereka akan membayarkannya, dan berapa besarnya, diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pengelola zakat yang mereka percayai kredibilitas dan profesionalitasnya, tidak harus melalui BAZ Jabar.

Senin, 24 Mei 2010

Zakat Tanaman dan Buah-Buahan

Hukum wajibnya zakat tanaman dan buah-buahan berdasarkan firman Allah Ta'ala:

"Hai orang-orang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil tanaman usahamu yang baik-baik, begitupun sebagian dari apa yang Kami keluarkan untukmu dari perut bumi". (QS. al-Baqarah: 267)

Dalam ayat diatas yang dimaksud infak (nafkah) adalah zakat.

Allah Ta'ala pun berfirman:

"Dialah yang telah menciptakan kebun-kebun yang mempunyai naungan maupun tidak, menumbuhkan pohon kurma dan tanaman yang aneka warna rasanya, pohon zaitun dan delima, baik yang serupa maupun yang berbeda. Makanlah buahnya jika ia berbuah dan berikanlah haknya di waktu panennya". (QS. al-An'am: 141)

Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa yang dimaksud "haknya" pada ayat diatas ialah zakat yang diwajibkan. Katanya lagi, "(besarnya) Sepersepuluh atau seperduapuluh".

Sumber: Fiqhus Sunnah Juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq

Bolehkah Orang yang Dipercaya Menyalurkan Zakat Mengambil Seperlunya?

Pertanyaan:

Jika orang-orang menyerahkan shadaqah dan zakat mereka kepada seseorang yang dipercaya untuk menyalurkannya kepada para mustahiknya, apakah boleh bagi orang tersebut untuk mengambil sedikit bagian dari harta tersebut karena ia membutuhkannya, misalnya untuk mahar atau lainnya. Perlu diketahui bahwa orang tersebut adalah imam masjid mereka. Apakah imam tersebut harus minta izin terlebih dahulu kepada mereka?

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Menurut saya, ia perlu minta izin terlebih dahulu kepada mereka dan memberitahukan mereka tentang kebutuhannya terhadap mahar dan bahwa ia tidak mampu untuk itu, sementara ia hendak menikah. Lain dari itu bahwa zakat boleh disalurkan kepada orang yang seperti dia kondisinya. Jika tidak memberitahu mereka, maka ia tidak boleh mengambilnya, karena ia telah dipercaya untuk itu dan mereka telah percaya bahwa harta tersebut akan sampai kepada para mustahiqnya dan disalurkan kepada kaum fakir, maka hendaknya ia tidak memasukkan dirinya dalam kategori para mustahik itu. Wallahu'alam.

Jenis Tanaman yang Diambil Zakatnya pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW zakat diambil dari gandum, padi, kurma dan anggur kering. Dari Abu Burdah yang diterimanya dari Abu Musa dan Muadz ra, "bahwasanya Rasulullah SAW mengutus mereka ke Yaman untuk mengajari manusia masalah agama, maka mereka diperintahkan agar tidak memungut zakat kecuali dari yang empat jenis ini, yaitu gandum, padi, kurma dan anggur kering". (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani, dan Baihaqi yang mengatakan para perawinya bisa dipercaya, dan hadits ini muttashil -hubungan antara perawi tidak terputus).

Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Bar berkata, "Para ulama sepakat bahwa zakat itu wajib pada gandum, padi, kurma dan anggur kering".

Sedangkan pada riwayat Ibnu Majah terdapat keterangan bahwa Rasulullah SAW hanya mengatur pemungutan zakat itu pada gandum, padi, kurma, anggur kering, dan biji-bijian". Namun dalam isnad riwayat ini terdapat Muhammad bin Ubaidillah al-Arzami dan orang ini tidak dapat diterima.

Sumber: Fiqhus sunnah juz I karya syaikh Sayyid Sabiq

Minggu, 23 Mei 2010

Zakat Saham

Pertanyaan:

Sebagaimana yang anda ketahui bahwa sekarang ini orang-orang memperjualbelikan saham tanah dan sejenisnya. Mereka menyimpan uang dalam bentuk saham yang kadang kala naik kadang kala turun. Biasanya uang itu disimpan dalam tempo waktu yang lama, sekitar empat atau lima tahun. Apabila pemiliknya ingin menjual saham itu dipasar, ia menjualnya sebelum saham dilelang, karena nilai saham kadang kala stabil kadangkala turun. Begitulah kondisinya selama bertahun-tahun.

Demikian pula seseorang memiliki harta berupa tanah, ia bermaksud menahannya supaya harga tanah melambung, jika sudah melambung naik barulah dijualnya. Pertanyaannya adalah apakah orang tersebut terkena wajib zakat atas saham yang ditanamnya dalam bentuk tanah dan lainnya yang belum dijual sampai sekarang? Saham tersebut bertahan dalam tempo waktu yang sangat lama dan harganya tetap stabil, bahkan terkadang lebih murah daripada harga pasar.

Dan apakah tanah yang dibelinya dengan maksud untuk dikomersialkan wajib dikeluarkan zakatnya, sebagaimana barang-barang dagangan? Ataukah tetap tidak wajib hingga ia menjualnya lalu mengeluarkan zakatnya dari hasil jual beli, sebagaimana ditandaskan oleh sebagian ulama?

Sebab, boleh jadi telah berlangsung sejak bertahun-tahun lamanya, namun harganya tetap statis tidak naik. Apabila wajib mengeluarkan zakatnya, apakah untuk setiap tahunnya ataukah untuk satu tahun saja? Dan apabila dijualnya, apakah ia mengeluarkan zakatnya untuk tahun-tahun yang telah lewat juga ataukah satu tahun saja? Sebagai catatan, boleh jadi seseorang memiliki harta yang berlimpah ruah dari bisnis saham dan tanah ini. Apabila ia tahu diwajibkan mengeluarkan zakatnya, ia meminjamkannya atau menjual sebagian darinya. Maksudnya adalah uang kontan tidak dipegangnya, namun setiap kali uang masuk, langsung saja ia belikan saham atau tanah. Jadi tidak disimpannya.

Fatwa Lajnah Daimah:

Bentuk saham yang tersebut dalam pertanyaan ini termasuk barang perniagaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Pemilik saham wajib menghitung nilai saham miliknya setiap tahun tanpa perlu melihat harga beli pertama kali. Jika ia memiliki harta, maka dikeluarkan zakatnya. Jika tidak, maka ia wajib mengeluarkan zakat harta tahun-tahun sebelumnya setelah dijual dan diterima uangnya. Demikian pula halnya barang-barang yang tidak berkembang yang dipersiapan untuk diperjualbelikan, selain saham.

Jumat, 21 Mei 2010

Bolehkah Zakat untuk Karyawan yang Berhutang?

Pertanyaan:

Konon salah seorang karyawan saya mempunyai hutang, bolehkah saya membantunya dengan zakat harta saya?

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Ia boleh menerima zakat harta anda, dengan syarat ia memang tidak mampu melunasinya dan penghasilannya (upahnya)  setelah dialokasikan untuk menafkahi keluarganya tidak ada lebihnya yang cukup untuk melunasi hutang tersebut. Lain dari itu, anda pun dengan itu tidak boleh bermaksud untuk memotivasinya dalam bekerja pada anda serta dengan tidak mengurangi gaji/upahnya dan tidak melebihi yang dibutuhkannya. Untuk itu, terserah anda. Wallahu'alam.

Kamis, 20 Mei 2010

Zakat Barang yang Disewakan

Pertanyaan:

Saya mempunyai gedung yang disewakan, apakah saya menzakati harga pokoknya atau cukup menzakati hasil dari penyewaannya? Tolong beritahu saya, semoga anda mendapat pahala.

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Zakatnya hanya pada hasil penyewaan saja jika telah dimiliki selama satu tahun (haul). Jika anda menggunakannya sebelum genap setahun, maka gugurlah kewajiban itu. Adapun untuk harga bangunan tersebut tidak ada zakatnya, karena bangunan itu tidak diproyeksikan untuk digunkan atau disewakan, tidak ada zakat pada harganya, adapun zakatnya adalah pada hasil penyewaannya.

Zakat Hasil Sewa Rumah

Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa orang yang menyewakan  itu tidaklah berhak menerima sewa dengan semata-mata akad (perjanjian), tetapi ia baru berhak setelah habisnya waktu sewa. Oleh sebab itu barangsiapa menyewakan rumah ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari hasil sewanya sebelum diterima (hak sepenuhnya) dan berlangsung masa satu tahun (haul) dan mencapai nishab.

Menurut madzhab Hanbali yang menyewakan itu memiliki hak sewa sejak terjadinya akad. Berdasarkan itu maka barangsiapa yang menyewakan rumahnya, wajiblah ia mengeluarkan zakat dari hasil sewanya itu apabila mencapai nishab dan terlah berlangsung selama satu tahun (haul).

Orang yang menyewakan itu leluasa menggunakan uang (hasil sewa) itu untuk berbagai macam keperluan.

Kemungkinan perjanjian sewa-menyewa itu bisa dibatalkan, tidaklah menjadi rintangan diwajibkannya zakat, sebagaimana halnya mahar sebelum campur (jima'). Kemudian apabila uang sewa itu telah diterima, hendaklah dikeluarkan zakatnya. Sebaliknya apabila sewanya berupa utang maka hukumnya seperti zakat piutang, baik pembayarannya cepat atau lambat.

Disebutkan dalam kitab al-Majmu' karangan Imam Nawawi bahwa jika seseorang menyewakan rumah atau lainnya dengan sewa tunai dan uangnya diterima, maka tidak ada perselisihan bahwa ia wajib mengeluarkan zakatnya.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I karya Sayid Sabiq

Bolehkah Zakat Perusahaan Dibayarkan kepada Para Karyawannya?

Pertanyaan:

Diantara karyawan sebuah perusahaan komersial, ada yang berhak menerima zakat. Bagaimana hukum memberikan zakat perusahaan kepada mereka?

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Jika para karyawan tersebut kaum muslimin yang fakir, maka tidak mengapa membayarkan zakat kepada mereka, tetapi sekedar hak mereka, tidak boleh dijadikan sebagai gaji atau upah kerja, dan tidak boleh juga dimaksudkan untuk membangkitkan keikhlasan mereka atau agar mereka betah bekerja. Akan lebih baik bila penyerahannya dilakukan secara tersembunyi, atau melalui pihak ketiga sehingga para karyawan penerima itu tidak menyadari bahwa zakat itu berasal dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini untuk menepis keraguan. Wallahu'alam.

Inefisiensi di BAZ Jabar

Digunakan tidak, ditutup pun tidak, tetapi tagihan Telkom Speedy tetap berjalan. Hal ini telah berlangsung selama lebih dari 4 bulan, atau sejak bulan Februari 2010 lalu. Demikianlah cara Badan Amil Zakat Jawa Barat (BAZ Jabar) menangani operasional kantornya. Akibatnya, tidak kurang dari Rp 1 juta harus dibayarkan untuk sesuatu yang tidak digunakan, hanya karena kelalaian (tidak diurus). Hal ini, sebagaimana informasi yang kami terima, tidak hanya dalam masalah menangani urusan kantor tetapi hampir dalam semua kegiatan operasional di badan pengelola zakat berplat merah ini, terjadi inefisiensi.

Inefisiensi atau penghamburan biaya untuk sesuatu yang sia-sia atau tidak jelas manfaatnya, barangkali tidak perlu menjadi permasalahan jika terjadi di kantor atau lembaga swasta, yang dibiayai sendiri dengan resiko kerugian yang ditanggungnya sendiri. Tidak demikian halnya apabila pemborosan dana terjadi di lembaga berplat merah, dimana operasional kantornya dibiayai dari kantong (uang) rakyat, sehingga setiap rupiah yang tidak berdampak positif bagi rakyat patut dipertanyakan dan dimintakan pertanggung-jawabannya. Terlebih lagi, apabila hal itu terjadi dalam sebuah lembaga keagamaan yang keberadaannya justru untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kaum dhuafa (fakir miskin) seperti lembaga pengelola zakat. Maka penghamburan dana, baik diakibatkan oleh ketidakcakapan pengelola (tidak profesional) maupun kelalaian (tidak amanah), tidak hanya merugikan rakyat (para pembayar pajak dan zakat) tetapi juga pendzaliman kepada para mustahik (khususnya fakir miskin).

Dari sisi nominal, barangkali satu juta itu adalah nilai yang relatif kecil, tetapi hilangnya "hak" fakir miskin dan kesempatan memperoleh hak bagi para mustahik, itu bukanlah hal kecil dan sepele. Sebagai gambaran, marilah kita cermati bagaimana urusan kantor yang "sepele" seperti yang terjadi di BAZ Jabar itu bisa berarti banyak bagi kaum fakir miskin yang sangat membutuhkannya, misalnya:

  • Bantuan Rp 1 juta yang dijanjikan BAZ Jabar kepada orangtua Salsabila untuk biaya pengobatan, yang dihentikan dengan alasan tidak ada anggaran (dana), bisa diteruskan.
  • Bantuan untuk para mustahik (khususnya fakir miskin) yang datang setiap hari ke BAZ Jabar bisa dianggarkan, untuk sekedar membantu meringankan beban mereka, yang saat ini anggaran untuk mereka adalah nol rupiah (tidak ada).

Inefisiensi urusan kantor di BAZ Jabar seolah menegaskan amburadulnya pengelolaan lembaga zakat ini, sekaligus memunculkan pertanyaan baru, apa yang sesungguhnya diurus oleh para pengurus BAZ maupun para stafnya? Jika masalah kantor yang ada di depan mata saja tidak terurus...

Rabu, 19 Mei 2010

Zakat Tanah

Pertanyaan:

Saya memiliki sepetak tanah yang tidak saya pergunakan dan sengaja saya biarkan untuk digunakan bila ada keperluan mendadak. Apakah saya wajib mengeluarkan zakat tanah itu? Jika wajib apakah saya harus menetapkan harga tanah itu setiap genap satu haul?

Fatwa syaikh Ibnu Jibrin:

Anda tidak berkewajiban membayar zakat atas tanah tersebut, sebab yang wajib dibayarkan zakatnya adalah harganya apabila dipersiapkan untuk diperjualbelikan. Tanah, bangunan, mobil, permadaani dan sejenisnya, tidak termasuk barang yang wajib dikeluarkan zakatnya kecuali jika barang-barang tersebut dipersiapkan untuk diperdagangkan, maka wajib dikeluarkan zakatnya dari nilai harganya. Apabila tidak dipersiapkan untuk perniagaan sebagaimana yang anda sebutkan dalam pertanyaan diatas, tidaklah wajib dikeluarkan zakatnya.

Zakat Mahar (Maskawin)

Abu Hanifah berpendapat bahwa mahar bagi wanita itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali jika telah diterima karena ia merupakan ganti dari sesuatu yang bukan berbentuk harta, sehingga tidak wajib zakat sebelum diterima sama halnya seperti piutang atau tebusan dari budak yang hendak membebaskan diri.

Setelah mahar diterima, disyaratkan pula mencapai nishab dan haul (berlalu satu tahun), kecuali jika selain mahar itu ada harta lain yang satu nishab, maka mahar yang jumlahnya sedikit (tidak mencapai nishab) hendaklah digabungkan dengan harta yang tadi dan dikeluarkan zakatnya menurut perhitungan tahunnya.

Sedangkan menurut Syafi'i, wanita itu wajib mengeluarkan zakat mahar jika telah cukup haul (satu tahun). Ia harus mengeluarkan zakat dari keseluruhannya pada akhir tahun, sekalipun ia belum dicampuri (jima') oleh suaminya. Tidak ada pengaruh atau bedanya, apakah mahar itu mungkin gugur seluruhnya dikarenakan fasakh, murtad atau lainnya, atau separuhnya karena sebab perceraian.

Bagi golongan Hanbali mahar itu menurut pengakuan, merupakan piutang kepada wanita, maka hukumnya menurut mereka adalah seperti piutang. Jika terhadap orang yang mampu, wajib dikeluarkan zakatnya dan bila telah diterimanya hendaklah dikeluarkan zakatnya untuk masa yang telah lalu. Apabila terhadap orang miskin dan yang tidak mengakui maka pendapat yang lebih kuat menurut Khiraqi ialah wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak ada bedanya apakah sebelum atau sesudah campur (jima').

Apabila separuh mahar jadi gugur disebabkan cerainya perempuan sebelum campur (jima') dan diterima mahar separuhnya lagi, maka wajib mengeluarkan zakat yang diterimanya dan tidak wajib mengeluarkan zakat dari mahar yang tidak diterimanya.

Begitu pula apabila seluruh mahar itu gugur sebelum diterima, disebabkan fasakhnya nikah karena kesalahan dari pihak dirinya.

Zakat Perhiasan

Para ulama telah sepakat bahwa tidak wajib zakat pada intan, berlian, yakut, mutiara, marjan dan batu-batu permata lainnya kecuali apabila diperjualbelikan. Apabila semua perhiasan tersebut diperdagangkan maka wajiblah zakat dikeluarkan.

Adapun mengenai perhiasan wanita berupa emas dan perak, terdapat perbedaan pendapat. Abu Hanifah dan Abu Hazmin mengatakan wajib zakat apabila telah mencapai nishab. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Amar bin Syu'aib yang diterima dari bapaknya dari kakeknya, katanya: "Telah datang dua orang wanita yang memakai gelang emas di tangannya kepada Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW berkata kepada mereka: "Apakah kamu ingin dibelitkan Allah pada tangan kalian pada hari kiamat nanti gelang-gelang dari api neraka?" Tidak, jawab mereka. Nabi pun berkata, "Jika demikian, keluarkanlah zakat barang yang ada ditangan kalian ini!"

Diterima dari Asma binti Yazid, katanya aku masuk bersama bibiku ke rumah Rasulullah SAW, saat itu kami memakai gelang emas, maka Rasulullah SAW berkata, "Apakah anda telah mengeluarkan zakatnya?" Kami menjawab, "Tidak",  lalu Rasulullah SAW berkata, Tidakkah kalian takut nanti akan diberi Allah gelang dari api neraka? Bayarlah zakatnya!"

Menurut Haitsami, hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan.

Diterima dari Aisyah katanya, "Suatu ketika Rasulullah SAW datang dan dilihatnya ditanganku cincin-cincin perak, "Apa itu hai Aisyah?" tanyanya. Aku jawab, "Saya lakukan untuk berhias diri untukmu ya Rasulullah", Nabi bertanya lagi, "Apakah kamu keluarkan zakatnya?" Kujawab, "Tidak". "Masya Allah...", sampai Nabi SAW berkata, "Itu sudah cukup untuk memasukkanmu ke dalam neraka!" (Riwayat Abu Daud, Daruquthni dan Baihaqi)

Adapun ketiga Imam lainnya, mereka berpendapat bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan-perhiasan wanita, berapapun banyaknya.

Baihaqi telah meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah ditanya tentang perhiasan, apakah wajib padanya zakat, Jabir menjawab, "Tidak". Ditanyakan lagi kepadanya, "Bagaimana kalau (nilai perhiasannya) sampai seribu dinar?" Jawab Jabir, "Walaupun lebih dari itu!"

Baihaqi meriwayatkan bahwa Asma binti Abi Bakar menghiasi puteri-puterinya dengan perhiasan-perhiasan emas seharga lebih kurang 50 ribu dan tidak mengeluarkan zakatnya.

Dalam kitab al-Muwaththa' ada riwayat yang diterima dari Abdurrahman bin Qasim dari bapaknya bahwa Aisyah bertindak sebagai wali dari puteri-puteri saudaranya yang telah yatim. Mereka memakai barang-barang perhiasan dan Aisyah tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan-perhiasan tersebut. Juga ada terdapat disana bahwa Abdullah bin Umar biasa memberi puteri-puteri dan sahaya-sahayanya perhiasan-perhiasan dari emas, dan tidak mengeluarkan zakatnya.

Khathabi berkata, "Lahir dari kitab suci -makdusnya firman Allah "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak- menjadi alasan bagi orang yang mewajibkan, sementara atsar menguatkannya. Pihak yang menyatakan tidak wajib berpegang kepada dalil yang bersumber pada akal pikiran dan sebagian kecil atsar. Dan ikhtiyath (sikap yang lebih hati-hati) ialah mengeluarkan zakatnya".

Perselisihan ini ialah mengenai perhiasan-perhiasan yang halal, adapun jika wanita memakai perhiasan yang terlarang dipakainya -seperti mengambil hiasan laki-laki seperti pedang- maka hukumnya haram, demikian pula halnya apabila ia memakai bejana-bejana emas dan perak.

Sumber: Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

Selasa, 18 Mei 2010

Zakat Tanah yang Dipersiapkan Untuk Diperjualbelikan

Pertanyaan:

Apa hukumnya mengeluarkan zakat dari tanah yang disiapkan untuk diperjualbelikan?

Fatwa Lajnah Daimah:

Wajib hukumnya membayar zakat atas tanah yang disiapkan untuk diperjualbelikan, sebab tanah itu dianggap sebagai barang perniagaan, dan termasuk dalam dalil umum wajibnya mengeluarkan zakat dari al-Qur'an dan as-Sunnah, diantaranya firman Allah: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". (QS. at-Taubah: 103)

Dan berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dengan sanad hasan dari Samurah bin Jundub ra ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari barang yang dipersiapkan untuk didagangkan".

Itulah pendapat jumhur ulama dan merupakan pendapat yang benar. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad.

Nishab Perak dan Kadar yang Wajib

Mengenai perak, tidak wajib dikeluarkan zakatnya sebelum mencapai jumlah 200 dirham. Jika banyaknya cukup 200 dirham, maka zakatnya 1/40.

Kelebihannya baik sedikit atau banyak adalah menurut perhitungan itu, dan tidak ada keringanan dalam zakat uang setelah mencapai nishab.

Diterima dari Ali ra bahwa Nabi SAW bersabda:

“Saya telah membebaskanmu dari zakat kurda dan hamba sahaya. Maka keluarkanlah zakat perak, yakni dari setiap 40 dirham 1 dirham, tetapi tidak wajib jika banyaknya baru 190, jika telah cukup 200 dirham, barulah kamu keluarkan 5 dirham”. (Riwayat Ashhabus Sunan).

Berkata Tirmidzi, “Saya tanyakan kepada Bukhari mengenai hadits ini, maka ujarnya; Sah. Katanya selanjutnya, “Hadits ini menjadi amalan bagi para ahli: tidak wajib zakat jika kurang dari 5 uqiyah dimana 1 uqiyah ialah 40 dirham, jadi 5 uqiyah sama dengan 200 dirham. Dan 200 dirham sama dengan 27 7/9 real atau setara dengan 555 1/2 qurusy Mesir.

Menggabungkan Kedua Mata Uang

Barangsiapa yang memiliki emas yang kurang dari nisab dan perak seperti itu pula, tidak perlu menggabungkan yang satu dengan yang lainnya agar mencapai nishab, karena jenisnya berbeda hingga tidak mungkin digabungkan. Seperti halnya sapi dengan kambing. Jadi umpama seseorang mempunyai 199 dirham dan 19 dinar maka ia tidaklah wajib berzakat (perak dan emas).

Senin, 17 Mei 2010

Tanah yang Diperuntukkan untuk Dijual

Pertanyaan:

Tiga tahun yang lalu pemerintah menghadiahkan sebidang tanah kepada saya. Sejak awal saya telah berniat menjual tanah tersebut dengan harga yang pantas, sebab letak tanah tersebut kurang cocok buat saya. Pertanyaannya adalah apakah tanah tersebut wajib dikeluarkan zakatnya? Jika wajib, apakah saya harus membayarkan zakatnya selama tiga tahun sebelumnya, atau cukup satu tahun? Berilah saya fatwa semoga Allah membalas kebaikan anda.

Jawaban:

Jika sejak awal anda bermaksud menjualnya, maka hendaklah anda membayarkan zakatnya dari harga tanah tersebut jika telah genap satu tahun (haul), terhitung sejak anda berniat menjualnya. Berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dari Samurah bin Jundub ra bahwa ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kami supaya mengeluarkan zakatnya atas barang-barang yang kami persiapkan untuk perniagaan". (HR Abu Daud kitab az-Zakah 1562)

Ada beberapa dalil lain yang mendukung makna hadits diatas. Hanya Allah lah pemberi petunjuk.

Zakat Bangunan, Toko dan Tanah

Pertanyaan:

Saya mempunyai seorang saudara yang kaya raya. Sebagian hartanya ia investasikan dalam bentuk bangunan, toko dan tanah. Seluruhnya adalah investasi yang profit (menghasilkan). Saya telah menasihatnua agar membayar zakat atas modal harta perniagaannya itu. Ia mengatakan bahwa yang wajib dibayar zakatnya hanyalah uang hasil persewaan investasinya itu bila telah genap satu tahun. Dan apabila setiap kali menerima uang hasil sewa, langsung dialokasikan untuk biaya operasional bangunan, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik uang hasil penyewaan maupun modal dasarnya, kecuali bila uang hasil penyewaan itu telah genap satu tahun haul sebelum dialokasikan untuk bangunan. Perlu diketahui bahwa banyak teman-teman saudara saya itu yang melakukan cara serupa.

Apakah cara seperti itu dibenarkan dalam Islam? Dan apakah pelakunya tidak terkena dosa? Dan barang berharga apakah yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik modal dasar maupun keuntungannya hingga genap satu tahun? Apakah ada batasan tertentu dalam masalah ini atau tidak ada perbedaan antara yang banyak dengan yang sedikit?

Fatwa Lajnah Daimah:

Ada beberapa jenis harta yang dimiliki seorang insan:

Harta yang berupa uang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab dan telah genap satu tahun (haul). Harta yang berupa hasil-hasil pertanian, wajib dikeluarkan zakatnya berupa bijji-bijian dan buah-buahan dari hari panen. Adapun tanah pertaniannya tidak terkena zakat.

Harta berupa tanah atau bangunan yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya dari hasil uang penyewaannya jika telah genap satu tahun dan mencapai nishab. Adapun tanah dan bangunannya tidak terkena zakat.

Sementara harta yang diperuntukkan untuk jual beli baik berupa tanah, bangunan, barang-barang lain, juga wajib dikeluarkan zakatnya bila telah genap satu tahun (haul). Dengan catatan hitungan haul keuntungan adalah mengikuti haul modal pokoknya apabila modalnya telah dihitung sebagai nishab.

Harta berupa binatang ternak wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah mencapai nishab dan telah genap satu tahun (haul). Wallahu waliyut taufiq.

Nishab Emas dan Jumlah yang Wajib Dikeluarkan

Emas tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali setelah mencapai nishab, yakni banyaknya mencapai 20 dinar. Jika telah sampai 20 dinar dan menjalani satu tahun (haul) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 1/40 (2,5%) atau setara dengan 1/2 dinar. Setiap kelebihan dari 20 dinar dikeluarkan 1/40 nya lagi.

Diterima dari Ali ra bahwasanya Nabi SAW bersabda:

“Tidak ada kewajibanmu – berkenaan dengan zakat emas- sehingga kamu memiliki 20 dinar. Jika milikmu sudah mencapai 20 dinar, dan cukup masa satu tahun, maka zakatnya 1/2 dinar. Dan kelebihannya diperhitungkan seperti itu. Tidak wajib zakat pada sesuatu harta sampai menjalani satu tahun (haul)”. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Baihaqi, dishahkan oleh Bukhari dan sebagai hadits hasan oleh al-Hafidz).

Dan diterima dari Zuraiq, maula dari Bani Fuzarah, bahwa Umar bin Abdul Aziz, menulis surat padanya, yakni setelah ia diangkat mejadi khalifah. “Pungutlah dari setiap saudagar Islam yang lewat dihadapanmu –mengenai harta yang mereka perdagangkan- satu dinar dari setiap 40 dinar. Jika kurang, maka dikurangkan pula menurut perbandingannya hingga banyaknya sampai 20 dinar. Jika kurang dari itu walau sepertiga dinar pun, biarkanlah jangan dipungut sequrusy pun. Dan tulislah bukti lunas pembayaran mereka yang berlaku sampai tanggal tersebut di tahun depan”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah)

Berkata Malik dalam al-Muwaththa’: “Sunnah yang tidak ada pertikaian diantara kami, ialah bahwa zakat itu wajib pada 20 dinar, sebagaimana wajib pada 200 dirham”. 20 dinar itu sama nilainya dengan 280 4/7 dirham menurut kurs dirham Mesir.

Zakat Rumah dan Kendaraan

Pertanyaan:

Seorang lelaki memiliki beberapa buah kendaraan dan rumah yang disewakan, uang hasil persewaan itu dipakainya untuk menutupi kebutuhan keluarga. Sebagai catatan, ia tidak pernah menyimpan uang itu genap setahun. Apakah ia wajib mengeluarkan zakatnya? Bilakah kendaraan dan rumah wajib dikeluarkan zakatnya dan berapakah jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya?

Fatwa syaikh Ibnu Baz:

Jika kendaraan atau rumah tersebut digunakan untuk tempat tinggal atau disewakan maka tidak ada kewajiban zakat atasnya. Namun jika dipergunakan untuk diperjualbelikan, maka nilai barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya setiap genap satu tahun (haul). Jika uang itu ia gunakan untuk kebutuhan rumah tangga atau untuk jalan-jalan kebaikan atau kebutuhan lainnya, sebelum genap satu tahun, maka tidak ada kewajiban zakat atas anda. Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum dari al-Quran dan as-Sunnah yang berkenaan dengan masalah ini. Dan berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dengan sanad yang hasan dari Rasulullah SAW bahwa beliau memerintahkan supaya mengeluarkan zakat atas barang yang dipersiapkan untuk diperdagangkan.

Kabar Terkini Nasib Salsabila

Salsabila masih hanya bisa berbaring di kasurnya tanpa daya. Ia belum mampu menggerakkan anggota badannya dan juga belum bisa bicara. Hanya sekali-kali ia menangis tanpa suara, berurai air mata, tanpa bisa difahami oleh orang tuanya. Gadis itu pun lebih banyak diam, tidak bergerak, mungkin disebabkan menahan rasa sakit bila menggerakkan anggota tubuhnya. Hingga saat ini, orang tua Salsabila dan keluarganya yang tergolong keluarga tidak mampu (miskin) tetap berupaya keras mengobati puterinya.

Salsabila yang baru berusia 6 tahun, didiagnosis mengalami post meningitis tb, telah menjalani 4 kali operasi (dua kali di RS Hasan Sadikin dan 2 kali di RS Borromeus). Sedangkan operasi ke-5 yang harus dijalani puterinya, adalah untuk cangkok mangkuk pinggul Salsabila yang “hancur”.  Untuk operasi ke- 5 ini, pak Kusmana dan keluarganya belum terbayangkan, darimana biayanya, sedangkan untuk perawatan rutin pun mereka merasa sangat berat dan kesulitan.

Sebagai gambaran biaya perawatan Salsabila setiap bulannya adalah sebagai berikut:

  • Terapi 2 kali seminggu, dengan biaya Rp 75.000,- /terapi. (Rp 600.000,-/bulan)
  • Biaya dokter untuk kontrol Rp 100.000,-
  • Obat anti kejang Rp 280.000,-/ 2 botol untuk 1 bulan.

Biaya tersebut terasa sangat berat bagi pak Kusmana yang bekerja sebagai pekerja serabutan. Oleh karena itu, selain bersyukur atas bantuan yang selama ini diterimanya, ia pun berterimakasih apabila ada donatur dan dermawan yang turut meringankan bebannya.

Untuk dermawan yang berniat membantu meringankan keluarga Kusmana dalam mengobati puterinya, bisa langsung menghubungi bapak Kusmana (orang tua Salsabila) yang beralamat di Jl. Sukagalih no 42 RT 01/07 Kelurahan Cipedes Kecamatan Sukajadi Bandung. Atau menghubungi langsung bapak Kusmana di 022-76785553, atau bapak H. Asep  (085720364012) dan saudara Gungun (085220135592) atau di nomor telp 022-2532577 (kantor BAZ Jabar). Bapak H. Asep dan Gungun adalah staf BAZ Jabar yang menangani masalah Salsabila.

Minggu, 16 Mei 2010

Jenis Harta yang Wajib Dizakati

Islam mewajibkan zakat pada emas, perak, hasil tanaman, buah-buahan, barang-barang perdagangan, binatang ternak, barang tambang dan barang temuan (harta karun).

Zakat Uang (Emas dan Perak)

Dasar diwajibkannya zakat atas uang (emas dan perak) ini ialah firman Allah SWT:

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, berilah mereka kabar gembira dengan mendapatkan siksa yang pedih, yakni di hari emas dan perak itu dipanaskan di neraka jahanam kemudian ditindaskan ke dahi, lambung dan punggung mereka. “Inilah harta yang kamu simpan buat dirimu!” Rasakanlah hasil simpananmu itu”. (QS. at-Taubah: 34 – 35)

Diwajibkan zakat atas keduanya, baik berupa mata uang, kepingan (cetakan) atau masih berupa bongkahan. Apabila masing-masing jenisnya telah mencapai nishab dan waktunya sudah cukup setahun (haul) serta yang memilikinya itu bebas dari utang dan (telah terpenuhi) kebutuhan-kebutuhan pokoknya.

Tanah yang Dipersiapkan untuk Dibangun Tidak Wajib Dibayarkan Zakatnya

Pertanyaan:

Saya memiliki sepetak tanah yang saya beli untuk membangun rumah diatasnya, kemudian selang beberapa waktu saya terpaksa menjual tanah itu, apakah saya berkewajiban membayar zakat dari tanah itu sebelum saya jual?

Fatwa syaikh Lajnah Daimah:

Apabila kasusnya sebagaimana yang anda sebutkan dalam pertanyaan, maka anda tidak berkewajiban membayar zakat atas tanah itu sebelum dijual. Sebab dalam kasus seperti ini, tidak terdapat syarat-syarat wajib zakat, yaitu sebenarnya tidak menyiapkan tanah itu untuk diperjualbelikan.

Sabtu, 15 Mei 2010

Mendoakan Orang yang Berzakat

Disunahkan berdoa untuk orang menunaikan zakat, sewaktu menerima zakat darinya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

Ambillah zakat dari harta-harta mereka yang akan membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, karena doamu itu akan menentramkan mereka”. (QS. at-Taubah: 103)

Dan diterima dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah SAW apabila diserahkan kepada beliau zakat, maka beliau berdoa: “Ya Allah limpahkanlah karunia atas mereka”. Juga ketika bapakku menyerahkan zakat kepadanya, beliau berdoa, “Ya Allah limpahkanlah karunia atas keluarga Abi Aufa”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lain)

Dan Nasa’i meriwayatkan dari Wail bin Hajar, telah bersabda Rasulullah SAW –mengenai seorang laki-laki yang mengirim zakat berupa unta yang bagus- Ya Allah berilah ia berkah, begitu juga pada untanya”.

Berkata Syafi’i: “Sunnah bagi Imam (penguasa atau amil yang menangani zakat, red) jika menerima zakat mendoakan orang yang berzakat dengan doa sebagai berikut: “Semoga Allah memberi anda pahala mengenai yang anda berikan, dan memberi berkah pada barang (harta) yang tinggal”.

Dikutip dari Fiqhus Sunnah juz I oleh syaikh Sayyid Sabiq.

Kendaraan yang Digunakan untuk Transportasi Tidak Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Pertanyaan:

Apakah wajib dikeluarkan zakatnya kendaraan yang digunakan untuk transportasi perdagangan, seperti mengangkut biji-bijian dan lainnya?

Fatwa Lajnah Daimah:

Kendaraan atau unta yang digunakan untuk mengangkut biji-bijian atau barang dan lainnya dari satu tempat ke tempat lain tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena keduanya dipakai untuk pengangkutan dan transportasi. Tetapi, bila kendaraan tersebut disiapkan untuk diperdagangkan, demikian pula unta, sapi, keledai dan seluruh hewan yang boleh diperdagangkan, jika disiapkan untuk diperjualbelikan maka wajib dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan riwayat Abu Daud dan lainnya dari Jundub bin Samurah ra, ia berkata: “Nabi SAW memerintahkan kami supaya mengeluarkan zakat dari harta yang disiapkan untuk diperdagangkan”. (HR Abu Daud kitab az-Zakah 1562)

Itulah pendapat yang dipilih jumhur ulama, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Mundzir yarhamuhullah.

Tidak Ada Kewajiban Zakat pada Harta yang Dikumpulkan dari Beberapa Orang untuk Satu Keperluan

Pertanyaan:

Sekumpulan orang menyetorkan sejumlah uang yang dikumpulkan untuk suatu keperluan, misalnya terjadi satu musibah atas mereka –semoga saja tidak terjadi- atau digunakan saat mereka membutuhkan uang itu. Uang yang dikumpulkan tersebut telah genap disimpan selama satu tahun, apakah ada kewajiban zakat pada uang itu?

Fatwa syaikh Ibnu Baz:

Tidak ada kewajiban zakat pada uang tersebut dan sejenisnya yang disisihkan pemiliknya untuk kepentingan umum atau untuk tolong menolong dalam hal kebaikan. Sebab uang itu telah disedekahkan oleh pemiliknya karena mengharap wajah Allah. Manfaatnya juga bisa dinikmati oleh orang kaya maupun orang miskin, misalnya untuk mengatasi musibah yang menimpa mereka, dan harta tersebut dianggap bukan lagi milik mereka dan telah digolongkan sebagai harta sedekah yang diinfakkan pemiliknya fi sabilillah.

Jumat, 14 Mei 2010

Nasib Salsabila, Siapa Peduli

Salsabila Anisa Puteri, itulah nama puteri dari pasangan suami isteri Kusmana dan Tini Masriah. Dilahirkan di Bandung pada 23 Desember 2003, puteri cilik ini didiagnosa mengalami post meningitis tb. Di usianya yang baru 6 tahun, Salsabila harus menjalani operasi dan perawatan rutin yang membutuhkan biaya yang tidak kecil. Untuk satu kali operasi, dibutuhkan biaya puluhan juta rupiah, sementara perawatan berkala yang dilakukan bulanan, tidak kurang dari ratusan ribu rupiah yang harus dikeluarkan. Suatu jumlah yang terasa sangat besar dan berat bagi keluarga Kusmana yang tergolong tidak mampu.

Pada awalnya, tutur pak Kusmana, ada seorang dermawan yang menanggulangi sepenuhnya biaya pengobatan Salsabila, namun musibah menimpa sang dermawan tersebut, sehingga ia hanya bisa membantu Salsabila alakadarnya. Karena itulah, sekitar sebulan sebelum Ramadhan tahun lalu, ia mencoba mengajukan permohonan bantuan pengobatan bagi puterinya, salah satunya ke lembaga zakat Badan Amil Zakat Jawa Barat (BAZ Jabar). BAZ Jabar menyetujui sebagian dari permohonan tersebut. Mereka hanya bisa memberi bantuan “uang transport” sebesar Rp 1 juta rupiah yang akan diberikan setiap bulan sebesar Rp 100 ribu saat Salsabila hendak diperiksa ke RS Borromeus. Atas inisiatif pribadi, beberapa staf di BAZ Jabar kemudian mencarikan donatur lain untuk membantu biaya pengobatan Salsabila. Seorang donatur bersedia membantu untuk menanggulangi biaya obatnya.

Dalam pemeriksaan terakhir, ibu Tini sang ibu Salsabila menuturkan bahwa puterinya harus menjalani operasi kembali. Ia tidak tahu darimana dan kemana lagi harus meminta bantuan untuk puterinya. Jangankan dana untuk operasi, untuk biaya perawatan rutin pun ia dan keluarganya tidak mampu. Ia hanya bisa pasrah, begitu pula anggota keluarganya yang lain, hanya bisa menitikkan air mata melihat puteri kecilnya hanya tergolek di kasur tak berdaya. Kebingungan itu kian bertambah ketika BAZ Jabar secara tiba-tiba menghentikan bantuan “uang transportnya” tanpa penjelasan.

Bagi anda yang berniat membantu Salsabila, silakan langsung hubungi orang tua Salsabila (Bapak Kusmana dan ibu Tini Masriah) yang beralamat di jalan Sukagalih no 42 RT 01/07 Kelurahan Cipedes, Sukajadi, Bandung.